√Demi Kakung Kami Kembali
Header catatantirta.com

Demi Kakung Kami Kembali

Pagi syahdu disambut dinginnya kabut yang membawa dingin di sekeliling kami. Kokok ayam bersahutan, menyapa cahaya abadi di ufuk timur. Riuh para penjaga malam mereda bersama seburat jingga yang perlahan memberi kehangatan.
"Uhuk uhuk huk huk". Batuk berat terdengar dari arah dapur.
Kakung sedang menyalakan api di tungku tanah kesayangan keluarga kami. Tungku sederhana di sudut dapur yang tetap menyala meski sudah ada kompor gas di sisi lain dapur.

"Uhuk uhuk huk huk uhuk". Kali ini disertai sesak napas yang terdengar lebih berat dan panjang.

"Kakung, sepetinya ini bukan batuk biasa lagi. Segera periksakan ke dokter. Kami khawatir jika terus dibiarkan akan menimbulkan penyakit lain".

Begiulah orang tua. Selalu berlagak sehat di depan anak-anaknya. Jika saja kami tak melihatnya langsung, tentu kami tetap tenang sebab setiap kali videocall beliau selalu berkata, "Tidak apa-apa. Ini hanya batuk biasa".

Minggu, 23 April
Dua hari sebelum hari raya Idulfitri kami memutuskan untuk mudik ke rumah Kakung. Kami berencana merayakan lebaran hari pertama bersama beliau. Keputusan ini kami ambil sebab setelah lebaran akan ada acara pernikahan di keluarga besan. Perjalanan mudik yang selalu macet dan melelahkan tak membuat kami patah semangat. Kami menikmati setiap meter perjalanan menuju rumah Kakung. Jalur darat yang kami tempuh membutuhkan waktu sekitar 10 jam hingga sampai di rumah Kakung. Biaya toll yang kami keluarkan sekitar 400 ribuan. Ditambah ongkos bensin yang habis sampai 300 ribuan. Jadi, biaya 

Namun, waktu, tenaga, biaya yang kami curahkan tidak sebanding dengan senyum bahagia Kakung saat menyambut kami sampai dirumahnya. Kakung telah menyiapkan kamar tidur, air hangat, dan opor ayam kampung saat kami sampai rumahnya. Pancaran bahagia Kakung ketimaŕŕ kami sampai adalah obat paling mujarab setelah bermacetan da pegal perjalanan. Kami senang bisa sampai di rumah Kakung dengan sehat, selamat, tanpa kurang suatu apapun. Sambutan hangat dari Kakung menjadi selimut yang melindungi kami dari dinginnya udara.
Senyum bahagia Kakung menjadi obat mujarab untuk semua lelah perjalan mudik kami.

Lanjut bagian 2 =>

Posting Komentar

Terima kasih sudah main ke Catatan Tirta