Bismillah
Aku dan Diriku
Apa yang terpikirkan ketika kalian membaca atau mendengar kalimat itu?
Kalimat sangat sederhana.
Hanya tiga kata.
Hanya enam kali membuka mulut untuk mengucapkan kalimat itu.
Namun,
Otak di kepalaku seperti lari menjauh tak tentu arah. Mencari-cari jawaban apa yang akan didapat untuk mengungkapkan sesuatu yang bisa mewakili tiga kata itu.
Penjelasan seperti apa yang bisa dituangkan sehingga mampu menerjemahkan banyak hal dari tiga kata itu.
Kata yang terlihat sederhana, tetapi sungguh sangat dalam maknanya.
Aku
Siapa aku?
Secara sadar ku katakan bahwa aku adalah seorang manusia ciptaan Allah SWT.
Aku dilahirkan menjadi anak kedua dari pasangan suami istri yang sederhana.
Aku menjadi anak perempuan kedua dalam keluarga itu. Keluarga yang telah memiliki satu anak perempuan sebagai anak sulung mereka. Dia adalah kakak ku.
Aku lahir di sebuah klinik bersalin pada malam hari sekitar pukul 21.00 wib. Dibantu oleh bidan dan suster yang cekatan sehingga ibuku tak payah saat melahirkanku. Semua sudah disiapkan oleh klinik. Ibu hamil yang akan melahirkan diperlakukan dengan sangat baik. Tak ada beban dan kekhawatiran sehingga siap melahirkan dengan nyaman dan bahagia.
Bagaimana aku tahu kejadian itu?
Tentu bukan dari ingatanku. Tetapi dari cerita orangtua ku saat kami sedang bersantai sambil menikmati mi goreng di sore hari. Makanan lezat buatan ibuku yang tak ada tandingannya. Sampai sekarang pun aku masih suka dan seringkali meminta ibu untuk membuatkannya.
Diriku
Seperti apa diriku?
Saat ini, aku telah menjadi seorang istri dari seorang lelaki hebat. Tentu saja hebat dalam versi ku, bukan orang lain.
Aku juga seorang ibu dan dua anak perempuan yang Insya Allah salihah. Kami selalu mendoàkan itu dalam setiap sujud dan doà.
Menjadi seorang ibu membuat ku semakin menyayangi ibu ku. Betapa aku tahu dan mulai mengerti seperti apa pengorbanan seorang ibu untuk anak-anaknya. Bukan hanya saat hamil dan melahirkan, tetapi juga ketika mendampingi tumbuh kembang anaknya.
Bagaimana dengan bapak?
Tentu saja aku sangat menyayanginya.
Namun, jika itu ku ceritakan sekarang maka tak akan tuntas. Tangan ini tak mampu mengukir kata sebab air mata akan menhalir deras.
Mengingat bapak yang telah berpulang masih terasa menyesakkan. Padahal, tak semestinya diri ini berlaku begitu.
Ikhlas.
Ikhlas itu memang tak semudah ucapan.
Apapun tentang bapak, aku menyayanginya sepenuh jiwa ku.
Kembali pada diriku.
Saat ini perjalanan hidup ku sudah melebihi tiga dasawarsa. Usia yang tak lagi muda, namun belum pantas juga jika disebut tua.
Ya, tengah-tengah saja.
Entah sampai kapan jatah hidup ini di dunia. Semoga sisa waktu yang Allah berikan bisa aku gunakan untuk mengumpulkam bekal perjalanan di akhirat nanti.
Tidak banyak yang aku inginkan di kehidupanku saat ini. Alhamdulillah, cita-cita dan harapan sudah mulai terkabul satu demi satu.
Terima kasih, Ya Rabb atas segala pemberianMu dan keberkahan yang Engkau berikan.
Saat ini
Aku mencoba untuk menjalankan peran yang Allah titipkan. Sebaik mungkin, aku akan berusaha sebaik mungkin.
Sebaik yang aku bisa.
Sebaik yang aku mampu.
Semaksimal yang bisa aku lakukan.
Bersama keluarga tersayang.
Bersama saudara-saudara terbaik.
Bersama sahabat ternyaman.
Bersama teman-teman yang baik.
Bersama tetangga dan lingkungan yang baik.
Bersama mereka, aku menjalani hidup ini dengan bahagia.
Serpihan tentang aku dan diriku
Posting Komentar