Bismillah,
Bila bicara tentang buku, maka aku adalah salah satu kutu yang bermain diantara mereka.
Jika ada serikat kutu buku, bisa dibilang aku menjadi salah satu anggota tetap dari perkumpulan kutu buku yang ada di dunia ini.
Kalau ada perpustakaan, maka aku menjadi pengunjung tetap di sana.
Seandainya ada hadiah buku, maka aku yang akan berjuang untuk bisa mendapatkannya.
Kutu buku disematkan bagi orang-orang yang gemar membaca buku. Di mana pun, ke mana pun, pada kesempatan apapun, ia akan terus berdekatan dengan buku. Rasanya sangat rugi jika melewatkan waktu tanpa bercengkrama dengan buku. Buku menjadi bagian dalam hidupnya yang tak terpisahkan. Setiap serpihan hidupnya dipenuhi kenangan berasama buku-buku yang menyenangkan.
Dulu, saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, aku sangat haus buku. Hampir setiap hari pergi ke perpustakaan sekolah untuk mengembalikan buku dan meminjam buku baru. Kartu perpustaan yang ku miliki bahkan sampai ganti berulang kali sebab penuh dan tak cukup lagi untuk menuliskan data peminjaman buku. Pustakawan sekolah pun sudah menjadi kawan baik ku. Beliau sudah hafal siapa siswa yang akan membuka pintu perpustakaan untuk pertama kalinya setiap hari.
Dulu,
Akses mendapatkan buku masih sangat sulit. Faktor utamanya adalah sudut pandang orang tua yang menilai bahwa buku bukanlah barang pokok. Kedua, harga buku yang mahal membuat kami tak mampu membelinya. Sebagai keluarga sederhana, buku menjadi daftar bawah dalam anggaran keluarga. Jangankan buku bacaan seperti novel atau komik, buku penunjang belajar di sekolah pun tak terlalu penting untuk dibeli. Selama bisa pinjam, maka itu menjadi solusi terbaik. Lebih seringnya pinjam lalu di fotokopi. Itupun pakai kertas buram. Ya, ampun... Benar-benar buku belum menjadi sebuah sumber ilmu yang penting untuk dimiliki.
Ketiga, jarangnya toko buku. Menilik pada antusias masyarakat terhadal buku masih sangat rendah, maka toko buku pun sangat jarang ditemui. Ada pun yang menjual buku ada di tingkat kabupaten atau kota. Sedangkan di level kecamatan bisa dibilang tidak ada. Sedikit sekali toko yang khusus menjual aneka buku. Baik buku pelajaran maupun buku lainnya. Jika pun ada, biasanya hanya selingan untuk mengisi rak toko yang kosong.
Sekarang,
Alhamdulillah berbagai kemudahan untuk membaca sudah bertebaran. Mulai dari banyaknya toko buku biasa sampai toko buku online di berbagai market place, banyaknya perpustakaan yang menyediakan berbagai jenis buku, peminjaman buku secara online , dan aplikasi membaca buku secara online dalam bentuk e-book.
Satu lagi yang menjadi sumber kemudahan paling unggul yaitu banyaknya penerbit dan percetakan yang melahirkan buku-buku dengan harga terjangkau.
Semua kemudahan ini menjadikan para pecinta buku dan pengejar ilmu memiliki banyak pilihan untuk menentukan bacaannya.
Seiring waktu berjalan, kecintaan ku terhadap buku sempat berhenti. Saat itu disibukkan dengan pekerjaan dan perkuliahan yang memankan banyak waktu dan juga tenaga. Hampir tak ada buku fiksi atau jenis lain yang ku baca selain buku penunjang kuliah.
Namun, waktu tak menyurutkan kebahagiaanku ketika bersama buku.
Setelah lama tak berjumpa, akhirnya kerinduan pada buku (buku fiksi) terobati. Perlahan aku mulai membawa mereka pulang. Membaca dan tenggelam dalam dunia lain. Dunia yang membuat jiwa bahagia saat bercengkrama dengannya.
Buku menjadi bagian dari hidupku.
Buku menjadi tempat untuk mencari kebahagiaan diantara riuhnya kehidpan.
Buku membuatku bersemangat untuk menjalankan berbagai peran dalam kehidupan.
Buku adalah sepihan kesenangan.
Posting Komentar