√Serunya Pagi di Rumah Simbah
Header catatantirta.com

Serunya Pagi di Rumah Simbah

Alam Selalu Menghadirkan Keseruan


Libur lebaran tahun ini didominasi oleh tanggal sebelum hari Raya Idul Fitri. Bersyukur suami mendapat tugas luar kota yang berdekatan dengan kampung halaman saya. Kami pun bergegas mempersiapkan segala keperluan yang akan kami bawa. Mulai dari pakaian, alat mandi, dan tak lupa bingkisan untuk orang tua. Semua kami persiapkan karena akan berpetualang ke beberapa kota selama libur lebaran. Kurang lebih tiga minggu kami akan meninggalkan rumah tempat kami merantau. Langkah kaki mengunjungi orang tua dan sanak keluarga serta sahabat dan teman. Banyak rencanayangtelah kami susun untuk mengisi masa bebas dari panasnya ibu kota.

Sesampainya di kampung halaman, saya merencanakan beberapa aktifitas seru untuk Nala. Cukup sederhana dan mudah dilakukan sepanjang hari di rumah mbahnya. Saya mengenalkan suasana pedesaan yang sejuk dengan berjalan kaki di pagi hari. Menghirup segarnya udara hasil dari fotosintesis pepohonan nan asri. Berjalan kaki membuat kami bertemu banyak orang. Saling tersenyum, menyapa, dan berjabat tangan. Meski sebagian besar terlupa dari ingatan saya, namun keramahan menjadi solusi yang tepat untuk menutupinya. Tegur sapa yang sederhana menjadi jalan terjalinnya silaturahim antar sesama manusia.

Jalan-jalan pagi memberi energi positif untuk Nala. Walau beberapa kali mengeluh capek dan minta untuk digendong, namun Nala tetap antusian mengamati alam sekitar. Sesekali tangannya menunjuk sesuatu dengan beberapa pertanyaan tentunya. Jari mungilnya menyentuh embun yang masih enggan menguap bersama bangkitnya Sang Raja Siang.

"Mom, itu pohon pisangnya kok miring?" Tunjuk Nala pada sekelompok pohon pisang yang tengah condong ke jalan raya.
"Oh, itu pohonnya keberatan buah. Jadi condong dan hsmpir roboh."
Nala mengangguk dan matanya kembali mencari keanehan yang belum pernah dilihatnya.

"Mom, itu ada bebek." Teriak Nala ketika sekelompok itik/mentok melintas di hadapannya.
"Itu bukan bebek, Nak. Itu namanya mentok atau dalam bahasa Jawa disebut "endog". Mentok lehernya pendek dan badannya besar, kalau bebek lehernya panjang dan lebih lurus."
Kening Nala agak mengkerut ketika mendengarkan penjelasan saya. Ini pertama kalinya dia melihat mentok. Butuh beberapa menit agar dia puas mengamati dan mengingat bentuknya.

Setelah melihat mentok, kami melanjutkan berjalan kaki ke rumah salah satu saudara. Di sana kami bertemu gerombolan burung Dara yang tengah makan biji jagung. Mereka asik mematuk dan terbang rendah. Berpindah tempat sambil mencari butiran jagung yang tersebar ke berbagai arah. Nala senang melihat para burung Dara menikmati sarapan paginya.
Tiba-tiba, buuuuuuur.
Burung-burung terbang bersamaan karena dikejutkan oleh kehadiran seorang anak kecil yang menghentakkan kakinya dengan cukup keras. Kami pun terkejut bersamasn dengan terbangnya para burung Dara.  Nala bersorak gembira, baginya itu adalah pemandangan yang menakjubkan. Matanya berbinar dan ingin melakukan hal serupa seperti anak kecil tadi. 

Huuuus. 
Nala mengayukan tangan sambil memghentakkan kakinya cukup keras. Burung Dara yang baru saja mendarat pun kembali terkejut dan terbang menjauhi kami. 
Yeeeea. Sorak sorai dua anak kecil melihat para burung Dara mengepakkan sayapnya dengan sigap dan bersamaan.

Lepas berjalan pagi, kami kembali ke rumah mbah. Menikmati hangat mentari yang mulai menyelinap dari balik dedaunan. Masih ada sisa-sisa embun di sana, membias cahaya matahari menjadi kilau pekangi kecil. Butiran-butiran embun menguap bersamaan dengan sang Raja Siang yang mulai meninggi. Menyinari bumi kaki gunung Slamet hingga menghangat dan ceria.


#30DWCjilid13
#Day21
#Odopfor99days

Posting Komentar

Terima kasih sudah main ke Catatan Tirta