√Tak Ada Iba Untukmu
Header catatantirta.com

Tak Ada Iba Untukmu

Langkah ini terhenti di muka pintu. Menatap sosok menggelikan yang sering berulah. Ada rasa iba melihat jerih payahnya untuk bertahan hidup. Namun apalah daya, diri ini tak ingin mendekatinya. Hanya bisa menyaksikan perjuangan menyambung nyawa yang terus dilakukannya. Menggerak - gerakkan kaki agar punggungnya kembali menelungkup. Enam kakinya berusaha menyentuh tanah agar kembali pada posisinya yang lazim.

Aaaah, kubiarkan ia di sana. Kedinginan di larutnya malam. Aku tahu pasti kerja kerasnya itu tak kan berhasil. Cepat atau lambat nyawanya tidak akan terselamatkan.
 

Kutarik gagang pintu tanpa rasa iba sedikitpun. Biarlah, kekejaman ini kulakukan demi kebaikanku juga. Rasanya tak mengapa membuang muka dan mengunci pintu rapat - rapat.
Mimpi indahku hadir seperti biasa. Tidak ada gelisah sedikitpun tentang ia yang ada di luar sana. Hingga mentari menggeliat di ufuk timur dan membuatku beranjak dari selimut hangat.



Pikiranku tiba - tiba teringat padamu. Segera kusingkap selimut hangat yang telah menjadi teman tidurku. Langkahku terhenti, sejenak menarik nafas kemudian menghembuskannya secara beraturan. Tenang dan tetap fokus.
 
Perlahan kubuka pintu. Mataku menyebar ke segala penjuru. Benar saja, ia masih di sana. Tempat dimana aku meninggalkannya semalam. Namun kali ini ia telah meregang nyawa. Tubuhnya kaku dengan kaki menjulang ke atas. Pertahanan hidupnya telah berakhir. Entah pukul berapa tepatnya, aku tidak peduli.
 

Kematiannya memberi sedikit rasa lega. Biarlah , karena hidupnya tidak baik untuk hidupku.
Kugapai sapu bertongkat merah muda. Kuhempaskan tubuhnya hingga masuk ke lubang selokan.
 

Enyahlah. Bangkaimu juga berbahaya bagi hidupku.

Sumber segala penyakit melekat di tubuhmu. Aku tidak ingin membahayakan diriku dan seluruh anggota keluarga.

Enyahlah. Belas kasihku tidak ada untukmu.

Posting Komentar

Terima kasih sudah main ke Catatan Tirta