"Terima kasih banyak ya, Bu. Saya beruntung bertemu ibu.
Entah apa yang akan terjadi kalau ibu tidak menolong saya".
"Sama - sama, Neng. Ini bukan apa - apa dibanding jasa Neng
waktu itu".
Syukur Alhamdulillah, Allah SWT masih memberi keselamatan dan
kesehatan pada saya. Sore itu, di tengah hujan yang cukup lebat, saya
memgendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang. Jalan yang saya lalui
bersebelahan dengan sungai irigasi dan sungai besar. Sepanjang jalan terlihat
sepi dan jarang sekali orang melintas. Hanya satu dua kendaraan berpapasan atau
menikung saya dari belakang.
Saya berusaha untuk tenang, melewati aspal yang basah dan
berlubang. Sungguh saya menyesal telah memilih jalan pintas di tengah hujan
yang menutupi sinar mentari.
Senja akan segera berlalu, berganti malam yang dingin diterpa
angin.
Pyaaaaar.....
Tiba - tiba cipratan air membasahi wajah dan seluruh tubuh.
Sebuah sepeda motor dari arah berlawanan melintas cepat. Genangan air meluap seketika
dan menimpa tubuh saya. Saya terkejut dan hilang kendali. Ditambah lagi roda
motor terperosok pada lubang yang cukup dalam. Seharusnya saya menghindari
lubang itu. Namun cipratan air membuat pandangan mata menjadi kabur.
Saya tidak mampu menyeimbangkan diri dan akhirnya jatuh
terjerembab diantara rumput basah. Sekitar 50cm lagi, motor yang saya
kendarai akan terjun ke sungai irigasi yang terletak di kiri jalan.
Sempat mengucap syukur karena tidak sampai berkubang air, saya
mencoba tenang sejenak. Ketika akan bangkit, ternyata pergelangan kaki tidak
bisa digerakkan. Sakit dan perih mulai terasa karena tertimpa sepeda motor.
Saya mencoba menariknya, namun kaki ini tak kunjung bergeser. Ditambah lagi
kesakitan membuat saya habis tenaga. Saya pun berteriak minta tolong. Mengharap
hadirnya seseorang untuk menyelesaikan kepayahan ini. Seakan berlomba dengan
deru hujan, suara saya kalah tersapu derasnya air langit.
Berjuang Untuk Hidup |
Di tengah menahan rasa sakit yang semakin menjadi, saya
dikejutkan oleh kehadiran seorang ibu tua. Dari perawakannya bisa diterka kalau
usianya sebaya dengan ibu saya. Beliau ikut berteriak, memanggil - manggil
beberapa nama. Kemudian datanglah 2 orang laki - laki dewasa. Mereka mendekat
dan mengangkat sepeda motor yang telah lama melekat di kaki kanan saya.
" Alhamdulillah, Neng baik - baik aja? Sini saya bantu
berdiri", Ucap ibu itu berbarengan dekat pindahnya badan sepeda
motor.
Beliau memapah saya ke sebuah rumah kayu tidak jauh dari tempat
saya jatuh. Jaraknya sekitar 20 meter dengan menyebrangi sungai irigasi yang
mulai meluap. Si ibu masuk ke dalam rumahnya sederhana dan keluar dengan
sehelai kain dan baskom berisi air hangat. Beliau membersihkan luka saya dan
meneteskan obat merah sejenis betadhine. Perih, sungguh perih menjalar hingga
ke ujung kepala.
"Neng darimana, kok hujan - hujan ada di jalanan ?",
Tanyanya usai mengobati luka saya.
"Dari rumah teman", Jawab saya singkat.
Beliau menyuguhkan secangkir teh hangat dan mempersilahkan saya
untuk berteduh di rumahnya. Tubuh ini menjadi lebih segar setelah beberapa kali
meneguk teh manis tersebut. Meski rasa sakit masih terasa, namun bersyukur
sudah ada yang menolong.
Sambil menunggu hujan reda, saya mengamati sekitar tempat
tinggal si ibu. Dilihat dari tumpukan kardus dan barang bekas yang tersusun di
beranda rumahnya, bisa ditebak bahwa ibu ini adalah seorang pemulung. Rasanya
saya tidak asing dengan perawakan beliau.
"Neng tidak ingat saya?", Suaranya mengawali percakapan.
"Maaf, bu. Apakah sebelumnya kita pernah bertemu? Ibu
sepertinya familiar". Rasa penasaran mulai mencuat.
"Tentu sering ketemu, saya sering lewat depan rumah, Neng.
Seringnya mah pagi. Botol - botol plastik dan kardus itu sebagian pemberian,
Neng. Ibu tidak akan melupakan kebaikan, Neng. Mungkin barang - barang bekas
itu tidak berarti bagi, Neng. Tapi bagi saya, itu sumber untuk bertahan
hidup". Jelas si ibu sambil menatap karung - karung besar di depan kami.
Si ibu pun melanjutkan ceritanya yang membuat saya terharu.
Sebuah peristiwa yang saya sendiri tidak menyadarinya bahwa itu sangat berarti
bagi dirinya dan kini menjadi penolong kesusahan saya.
Suatu hari saya membagi - bagikan paket makanan sebagai rasa
syukur atas limpahan rejeki yang Allah SWT berikan. Selepas mengadakan do'a
bersama dan membagikannya pada tetangga, ternyata paket nasi masih tersisa.
Saya pun berinisiatif keluar rumah dan mencari pemulung di sekitar
komplek.
Langit cerah sore itu mulai meredup tertutup awan kelabu. Dengan
cepat menumpahkan air langit. Satu demi satu paket nasi sampai pada pemulung
yang saya jumpai. Salah satunya yaitu si ibu yang saat itu tengah terduduk
lelah di tepi trotoar. Beliau sedang menahan perihnya asam lambung yang naik.
Hampir seminggu lambungnya hanya satu kali terisi makanan setiap harinya. Ini
membuatnya kurang bertenaga. Namun tuntutan hidup sebatangkara membuatnya harus
terus mengais rejeki. Dua kotak nasi yang saya berikan padanya menjadi pengobat
rasa lapar yang telah lama beliau tahan.
Esok harinya, si ibu kembali mencari barang - barang bekas yang
menjadi sumber penghasilannya. Kebetulan beliau melintas di depan rumah. Saya
memanggilnya dan memberikan kemasan air mineral kosong yang sengaja saya
kumpulkan. Beberapa barang yang sudah tidak terpakai juga turut saya berikan.
Saya tidak mengenali beliau karena sebagian wajahnya tertutup kain dan
menggunakan penutup kepala seperti petani jaman dulu. Sejak saat itu, setiap
kali beliau lewat dan ada botol - botol plastik bekas, saya selalu berikan
padanya. Saya belum pernah melihat wajahnya dengan jelas, hanya mengingat
pakaian dan tutup kepala yang selalu dikenakannya.
"Sepertinya Allah SWT telah memberi saya kesempatan untuk
bertemu Neng. Melalui kejadian ini, saya bisa membalas kebaikan yang sering
Neng berikan pada saya. Mudah - mudahan Allah SWT selalu melindungi Neng,
dimanapun dan kapanpun". Tutur si ibu dengan tulus.
Saya hanya bisa meng-Aminkan semua do'a si ibu.
Semoga Allah SWT selalu melindungi kita semua.
Aamiin. Aamiin. Ya Rabbal Alamiin.
Ini kisah nyata kah mbak Dwi?
BalasHapusFiksi, Zerli. Inspirasi dari botol bekas yang sering dikumpulkan dan menunggu pemulung lewat. hehehehehe
Hapus