√Kertas Lipat Pembawa Pekat
Header catatantirta.com

Kertas Lipat Pembawa Pekat


Kertas Lipat


Bagaimana mestinya agar bisa membuatmu kembali padaku ? Segala upaya telah kulakukan demi mendapat sedikit saja simpati darimu. Entah terbuat dari apa hingga kamu begitu kukuh tak bergeming. Bahkan ketika aku terlanjur terperosok dalam palung kebodohan karena teramat mengiginkanmu. Mata ini berusaha untuk terus terjaga, menatap layar biru. Menanti sebuah nama muncul dengan gambar sebuah gagang telepon. Berdering, menandakan adanya panggilan yang selalu aku nantikan.

Sesak dada ini, seperti air mendidih yang meletup - letup, mendorong tutup panci hingga isinya meluber ke luar. Membuat hentakan - hentakan, berteriak mengusir penghalang gelembung yang terus mengepul. Meminta kebebasan agar terurai bersama udara yang tak terhingga jumlahnya. Tolong, lepaskan aku dari belenggu karismamu yang terlanjur menyihir pikiranku. Aku hampir mati mengingat semua pesonamu. Gerak - gerik yang begitu normal, namun mampu menutup semua sudut mataku hingga hanya dapat melihatmu.

" Sam, kenapa kamu tega menelantarkanku. Setelah pendekatan yang kamu lakukan, ini yang kamu sisakan untukku. Rasa lelah tak berujung. Kemana lagi aku harus mencarimu?"

Pertanyaan tanpa jawaban itu sudah berlalu enam bulan lamanya. Aku putus harapan, tidak ada sedikitpun informasi tentang keberadaanmu. Facebook, Line, dan semua media sosial milikmu raib. Semua bersih tanpa jejak, bahkan teman - temanmu pun mencari dirimu, sama seperti diriku.
Belum hilang dari ingatanku saat terakhir bersama denganmu. Sebuah pesan whatsapp masuk ke gawaiku. Memberi komando agar menemuimu di tempat favorit kita. Aku sungguh heran karena jam di dinding kamarku menunjuk pada angka sembilan. Malam itu langit kelabu, rintik hujan mulai membasahi tanah yang gelap. Tapi, karena itu permintaanmu, maka segera kulempar selimut yang baru saja menutupi tubuhku.

Bersama si merah roda dua, hanya butuh waktu 30 menit untuk sampai ke sana. Area parkir sudah mulai sepi, tentu karena esok menjadi tanda berakhirnya akhir pekan. Aku tidak menemukan sosokmu, meski mataku telah menyebar ke segala penjuru. Kusambar gawai dan menelponmu, namun tak tersambung.

" Non, Raras. Ini ada titipan dari mas Sam," Sebuah kertas lipat disodorkan pamam penjual es kelapa muda kesukaan kita.

" Hai, Rose. Aku hanyalah debu. Tersapu mengikuti angin dan lebur tertimpa hujan." Sebaris kata yang kini mulai kupahami maknanya.

Meski sapaan itu bagian dari kedekatan kita, namun aku mulai tidak menyukainya. Untuk apa panggilan itu kamu berikan, jika kini kamu menghilang seperti debu yang memuai tersiram hujan. Sulit untuk mencari dan menemukanmu kembali.

Enam bulan tentu waktu yang cukup untuk membuatku sadar, bahwa kini kamu benar - benar pergi. Tidak ada alasan, tidak juga perselisihan. Semua baik - baik saja, wajar dan biasa. Minggu yang selalu kita lalui di taman kota dengan es kelapa muda sebagai menu utama. Tak ada tanda seikitpun akan hadirnya sebuah kertas lipat pengantar hancurnya hati ini. Hari demi hari setelahnya, aku tidak lagi bisa melihatmu. Setiap kenalan yang kutemui selalu menggeleng dan mengerdikkan bahunya dengan tatapan penuh tanya. Berminggu - minggu kutunggu kabar darimu, namun semua sia - sia. Hanya pekat yang kulihat setiap menatap kenangan indah yang telah kita lalui bersama.
Kini aku menyerah. Kusimpan semua keindahan jalannya hariku bersamamu. Menegakkan wajah dan kembali menapakkan kaki pada kenyataan. Nyata, bahwa kini kamu telah tiada.

Posting Komentar

Terima kasih sudah main ke Catatan Tirta