Negosisasi |
Bunda, pernah mengalami anak susah
mandi? Atau terhambat beraktifitas karena anak tidak mau ditinggal sedetikpun.
Anak ingin terus melihat bundanya ada di depan matanya dan tidak mengijinkan
bunda beranjak kemanapun. Efeknya, bunda marah - marah, pekerjaan rumah
berantakan, dan anak menangis kencang. Saya rasa semuanya pernah mengalaminya,
termasuk saya.
Ada kalanya anak enggan melangkahkan kaki ke
kamar mandi. Bahkan mendengar ajakan untuk mandi saja sudah histeris, menangis,
berguling - guling, atau paling parah sampai tantrum. Anak seringkali meminta
bundanya untuk selalu menemaninya bermain. Padahal, sebagai ibu, banyak yang
harus dikerjakan dan menanti untuk segera disentuh. Lalu, sebaiknya apa yang
bunda lakukan demi mempermudah semua itu dan mengurangi omelan serta drama
airmata. Akan sangat melelahkan jika setiap hari ini terus terjadi. Maka dari
itu perlu solusi yang tepat demi kebaikan bersama.
Saya sendiri pernah mengalaminya,
marah - marah, badmood sepanjang hari hanya karena anak tidak mau mandi
pagi. Kemudian saya merasa omelan dan kemarahan saya tidak menghasilkan sebuah
kebaikan, justru membuat anak menangis dan semakin susah diajak melakukan
perintah ibunya. Saya berpikir, mencoba mencari cara agar ini tidak
berkelanjutan karena saya tahu hal ini akan mengganggu perkembangan anak.
Mula - mula saya mencoba menjalin
komunikasi yang baik dengan anak. Menekan nada suara saya menjadi lebih rendah
dan mengajaknya bercanda. Kemudian saya bertanya pada anak tentang apa yang
membuatnya tidak ingin mandi. Melalui komunikasi yang baik, saya jadi tahu
alasan - alasan anak belum ingin mandi. Misalnya, masih mengantuk, masih inign
menonton serial kartun kesayangannya, ingin minum susu lebih dulu, atau ingin
bermain dahulu. Dari sekian banyak alasan yang diutarakan anak, akhirnya saya
mencoba melakukan sebuah perjanjian. Perjanjian ini berupa tenggang waktu
berapa lama lagi anak ingin melakukan aktifitasnya sebelum berangkat mandi.
Perjanjian waktu yang saya berikan
pada anak bertujuan untuk mengajarinya tentang sebuah komitmen. Mengenalkan
padanya tentang sebuah aktifitas yang harus segera dilakukannya setelah diberi
tenggang waktu. Sebagai contoh ketika anak menolak untuk mandi karena sedang
asik menonton serial kartun kesukaannya. Saya lalu mengajaknya untuk
berkomitmen.
Saya : Nak, ayo mandi sudah sore.
Nala : Ga mau mandi, kartunnya
masih ada.( Serius menonton kartun )
Saya : Ya sudah, kalau iklan
langsung mandi, ya.
Nala : Ga mau, Ma. ( Masih tetap
menantap layar televisi )
Saya : Loh, ini sudah siang, nak.
Kartunnya masih ada lagi nanti. Tunggu iklan aja, mandi cepat - cepat jadi bisa
nonton lagi.
Nala : Mandinya cepat - cepat pas
iklan, ya ?
Saya : Iya.
Saya menunggu sampai jeda iklan
datang dan ajaib, tanpa dikomando lagi anak langsung beranjak mengajak untuk mandi.
Komunikasi yang baik dan perjanjian batas waktu ini juga melatih anak untuk
bersikap disiplin atas apa yang telah ditentukan atau disepakati bersama.
Saya juga mengajaknya bernegosiasi
ketika anak minta ditemani bermain sedangkan pekerjaan rumah harus segera saya
selesaikan. Saya menemaninya bermain sambil membuat kesepakatan bahwa setelah
ditemani beberapa waktu, maka dia melanjutkan bermain sendiri karena saya akan
membereskan rumah. Anakpun menyetujuinya dan saya bisa beranjak mengerjakan tugas
rumah.
Semua ini membuat anak mulai
terbiasa dengan batas waktu untuk bermain, menonton televisi, dan juga menjalankan
sebuah kesepakatan bersama.
Sekarang ini, justru anak yang
mengajak untuk membuat perjanjian waktu. Tanpa harus berteriak dan tidak perlu
ancaman, anak sudah langsung berjanji sendiri tentang kapan dia akan melakukan
sesuatu. Semua menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Tidak adalagi tangisan
drama dan pekerjaan yang terbengkalai akibat susasana hati yang buruk. Anak
juga menjadi lebih mudah diajak bekerjasama sehingga semua pekerjaan rumah
dilakukan dengan tenang dan menyenangkan.
#Ruang Menulis
#Writing Tresno Jalaran Soko Kulino
#Writing Tresno Jalaran Soko Kulino
Posting Komentar