Tiba - tiba dia menjerit, mengagetkanku hingga aku terpaksa menghentikan
langkahku. Kaki kiriku berpindah mundur, diikuti kaki kananku yang mulai
gemetar.
Treeet, treeet, treeet, kali ini ditambah dengan kilatan -
kilatan di kanan kirinya, dia kembali berteriak memaksaku berdiri kaku. Kakiku
mulai kelu, pucat pasi wajahku. Butir - butir dingin mulai menembus dinding
punggungku. Telapak tangan dan pelipis juga mulai terisi lelehan dingin nan
asin.
Gigi - gigiku berderat saling beradu, seolah membantu kakiku
untuk tetap menopang tubuh yang mulai lemah. Tulang - tulangku seperti berlari,
menjauh, meninggalkan gumpalan - gumpalan daging.
Sepasang mata menusuk tajam ragaku. Dia mulai mendekat, menatapku
curiga. Setiap sentimeter berkurang jarak antara diriku dengannya, setiap itu
pula jantungku berdegup semakin cepat. Ada apa denganku ini ? Apa yang salah
dengan diriku hingga terlihat seperti seorang penjahat ? Aku menerik nafas
panjang, menghiruo oksigen sebanyak - banyaknya. Menghembuskan karbondioksida (
CO2 ) melalui mulut secara perlahan. Aku mencoba mengatur kembali
ritme jantungku agar detak jantungku semakin stabil.
Tepat sepuluh sentimeter dia berhenti di hadapanku. Mengucapkan
kata maaf dengan sopan sambil tersenyum tipis. Ah, tidak segarang yang aku
pikirkan. Namun, tanpa menunggu komando, kedua tangannya mulai menjamahi
tubuhku. Mulai dari tangan kanan dan kiri sampai bahu, beralih ke pinggang,
paha, hingga mencapai lutut dan kakiku. Semua dilakukannya dengan cepat. Aku
rasa di sudah sangat mahir dengan adegan ini.
Aku hanya bisa pasrah, mulut pun terkunci dan sedikit menahan
nafas. Selepas menyentuh semua bagian tubuhku itu, dia berpindah meraba
beberapa saku bawahku. Akupun kembali pasrah dengan perbuatannya itu. Tangannya
terhenti di saku kiriku, dia memintaku untuk mengeluarkan isinya. Aku kembali
gemetar, jangan - jangan ini sebuah kesalahan.
Perlahan kucari apa yang bersembunyi di saku kiriku. Sebuah
benda dingin berbentuk bulat sempurna tersangkut di tanganku. Kuambil dan
kuserahkan si bulat itu padanya. Kemudian dia memintaku kembali melangkah maju.
Diam dan sunyi, tidak ada lagi jeritan dan kilatan cahaya saat kaki ini
melangkah melintasi gerbang itu.
Benar saja, koin kembalian itu yang membuat pintu X-Ray berbunyi
dan menyala - nyala. Akhirnya akupun bisa bernafas lega menuju ruang tunggu.
Jadwal keberangkatan masih satu jam lagi sehinga aku bisa bersantai terlebih
dahulu.
Posting Komentar