√Tanpa Suara
Header catatantirta.com

Tanpa Suara



Peluhnya mengalir ketika menyapu lantai yang luasnya sekitar 70 meter persegi. Ngilu tubuhnya setelah mengepel dan menyiram tanaman hias serta berbagai pekerjaan rumah lainnya. Semua aktifitas ini memang sudah menjadi rutunitas sehari - hari. Sejak matahari terbit hingga tergelincir di arah barat. Namun menjadi sedikit berbeda saat akhir minggu tiba. 
Weekend atau hari libur menjadi waktu khusus untuk lebih banyak berinteraksi bersama suami dan anaknya. Sengaja si ibu menjadwalkan seperti ini agar kebersamaan lebih terasa terutama untuk para buah hati. Suaminya bekerja di luar kota dan hanya pulang di akhir minggu. Si ibu mengurangi pekerjaan rumah yg bisa ditunda pengerjaannya sehinga ia lebih banyak waktu untuk bercengkarama bersama keluarga. Namun, semua itu hanyalah sebuah rencana. Implementasinya tentu tak semulus itu. Ada banyak hal yang mempengaruhi situasi ini. Seperti liburan kali ini, ia masih bergulat dengan cucian yang tak kunjung masuk lemari karena belum disetrika. Rencanapun berubah di akhir minggu. 
Si sulung semenjak hari senin tidak berangkat ke sekolahnya. Ia terserang panas tinggi hingga tubuhnya panas dingin. Tubuhnya lemah, wajahny pucat karena apapun yang ditelannya akan dimuntahkan sesaat sebelum sampai ke lambung. Hanya sedikit air putih penghilang dahaga yang membasahi saluran tenggorokannya. Bella, anak keduanya mendadak pulang diantar oleh wali muridnya. Beliau memberi tahu bahwa bela pingsan saat olahraga. Tubuhnya masih limbung walaupun sudah beristirahat di UKS. Ini pasti karena dari kemarin tidak makan karena ibu terlalu fokus dengan si sulung sehingga mengesampingkan dirinya. Sifatnya yang pendiam dan selalu terkesan kuat membuat ibu tidak menyadari bahwa ia mulai tidak sehat.

Bu, maaf ya, Bella merepotkan ibu. Padahal kak Annisa sedang sakit, tetapi aku malah menambah kesusahan ibu.

Suaranya agak parau dan terbata. Ibu memapah dan membaringkan Bella di samping kakaknya. Annisa dan Bella terkapar di ranjang. Ya Tuhan, apa yang salah. Apa yang menyebabkan semua ini. Si ibu mulai khawatir atas keduanya. Energinya turun drastis hari itu. Kaki penopang tubuhnya mulai gemetar. 
Si bungsu baru berusia dua tahun, sedang aktif sekali. Merawat kakak yang sedang sakit dan mengawasi si bungsu membuat ibu melewatkan beberapa pekerjaan rumah. Merelakan piring - piring kotor menumpuk di wastafel. Panci berkerak selepas ia membuat bubur tak sempat ia rendam. Botol susu si bungsu mulai berbau karena tidak di cuci sejak kemarin.

Bu, apakah ada yang bisa aku makan hari ini? Aku akan segera pulih setelah makan beberapa sendok saja.

Inilah penyebab Bella pingsan. Perutnya kosong sejak kemarin. Lambungnya hanya tersentuh segelas susu tadi pagi. Ia pun tidak jajan di sekolah. Uang jajannya selalu utuh dan mendarat di celengan kodok kesayangannya. Ibu segera bangkit dan memberinya bubur sisa Annisa. Maafkan ibu nak, kamu jadi terabaikan. 

Tidak apa - apa bu, Bella makan bubur dan istirahat sebentar. Setelah itu Bella bantu ibu merapihkan rumah.

Ibu membelai Bella dan memijit kakinya. Ini sebagai ungkapan permintaan maaf atas kelalaiannya. Beberapa butir airmata menetas. Matanya menjadi basah dan sembab.

Jangan menangis bu, Bella baik - baik saja. Ibu istirahat juga supaya tetap sehat. 

Bella, ia selalu menjadi penolong ibunya. Kemandiriannya membuat ibu lupa bahwa ia pun perlu diperhatikan. Bersyukur Bella selalu sabar dan mengalah. Terabaikan tidak membuatnya berkeluh kesah. Anak nomor dua andalan ibunya yang tak pernah marah. Bella sadar atas dirinya sendiri. 
Usianya baru sembilan tahun, tetapi sifatnya lebih dewasa. Bella terbiasa membantu ibunya. Jarang bermain di luar dengan sebayanya. Ia lebih memilih bermain dan menjaga adik bungsunya. Mengajarkan kata demi kata agar si adik mempunyai banyak kosakata. Ia sadar, ibu dan kakaknya tidak mampu untuk hal itu. Jalinan komunikasi mereka spesial. Tatap mata, mimik wajah dan gerak tangan mewakili percakapan diantara mereka. Bella menyayangi mereka dengan keterbatasan yang ada. Ya, keduanya tuna wicara.
Si ibu sadar betul atas kekurangannya. Inilah yang membuat akhir minggu menjadi hari spesial. Ia dapat menghabiskan waktu lebih banyak saat anggota keluara lengkap. Kepulangan suaminya terlalu sayang jika dilewatkan untuk setumpuk cucian. Hari libur Bella sangat berarti karena ibu bisa memanjakannya. Walaupun tetap saja Bella tidak mau diam dan selalu membantu pekerjaannya. Ibu selalu bangga pada Bella. Bella pun menyadari itu. Walau tidak terucap, tetapi ia merasakan kebanggaan itu di setiap masakan lezat ibunya. Kebanggaan tanpa suara.

#SerpihanCahaya
#SMANSAMenulis05
#Tantangan30hariMenulis
#SeptemberMenulis'01

Posting Komentar

Terima kasih sudah main ke Catatan Tirta