Peluhnya
mengalir ketika menyapu lantai yang luasnya sekitar 70 meter
persegi. Ngilu tubuhnya setelah mengepel dan menyiram tanaman hias serta
berbagai pekerjaan rumah lainnya. Semua aktifitas ini memang sudah
menjadi rutunitas sehari - hari. Sejak matahari terbit hingga
tergelincir di arah barat. Namun menjadi sedikit berbeda saat akhir
minggu tiba.
Weekend
atau hari libur menjadi waktu khusus untuk lebih banyak berinteraksi
bersama suami dan anaknya. Sengaja si ibu menjadwalkan seperti ini agar
kebersamaan lebih terasa terutama untuk para buah hati. Suaminya bekerja
di luar kota dan hanya pulang di akhir minggu. Si ibu mengurangi
pekerjaan rumah yg bisa ditunda pengerjaannya sehinga ia lebih banyak
waktu untuk bercengkarama bersama keluarga. Namun, semua itu hanyalah
sebuah rencana. Implementasinya tentu tak semulus itu. Ada banyak hal
yang mempengaruhi situasi ini. Seperti liburan kali ini, ia masih
bergulat dengan cucian yang tak kunjung masuk lemari karena belum
disetrika. Rencanapun berubah di akhir minggu.
Si
sulung semenjak hari senin tidak berangkat ke sekolahnya. Ia terserang
panas tinggi hingga tubuhnya panas dingin. Tubuhnya lemah, wajahny pucat
karena apapun yang ditelannya akan dimuntahkan sesaat sebelum sampai ke
lambung. Hanya sedikit air putih penghilang dahaga yang membasahi
saluran tenggorokannya. Bella, anak keduanya mendadak pulang diantar
oleh wali muridnya. Beliau memberi tahu bahwa bela pingsan saat
olahraga. Tubuhnya masih limbung walaupun sudah beristirahat di UKS. Ini
pasti karena dari kemarin tidak makan karena ibu terlalu fokus dengan
si sulung sehingga mengesampingkan dirinya. Sifatnya yang pendiam dan
selalu terkesan kuat membuat ibu tidak menyadari bahwa ia mulai tidak
sehat.
Bu, maaf ya, Bella merepotkan ibu. Padahal kak Annisa sedang sakit, tetapi aku malah menambah kesusahan ibu.
Suaranya
agak parau dan terbata. Ibu memapah dan membaringkan Bella di samping
kakaknya. Annisa dan Bella terkapar di ranjang. Ya Tuhan, apa yang
salah. Apa yang menyebabkan semua ini. Si ibu mulai khawatir atas
keduanya. Energinya turun drastis hari itu. Kaki penopang tubuhnya mulai
gemetar.
Si
bungsu baru berusia dua tahun, sedang aktif sekali. Merawat kakak yang
sedang sakit dan mengawasi si bungsu membuat ibu melewatkan beberapa
pekerjaan rumah. Merelakan piring - piring kotor menumpuk di wastafel.
Panci berkerak selepas ia membuat bubur tak sempat ia rendam. Botol susu
si bungsu mulai berbau karena tidak di cuci sejak kemarin.
Bu, apakah ada yang bisa aku makan hari ini? Aku akan segera pulih setelah makan beberapa sendok saja.
Inilah
penyebab Bella pingsan. Perutnya kosong sejak kemarin. Lambungnya hanya
tersentuh segelas susu tadi pagi. Ia pun tidak jajan di sekolah. Uang
jajannya selalu utuh dan mendarat di celengan kodok kesayangannya. Ibu
segera bangkit dan memberinya bubur sisa Annisa. Maafkan ibu nak, kamu
jadi terabaikan.
Tidak apa - apa bu, Bella makan bubur dan istirahat sebentar. Setelah itu Bella bantu ibu merapihkan rumah.
Ibu
membelai Bella dan memijit kakinya. Ini sebagai ungkapan permintaan
maaf atas kelalaiannya. Beberapa butir airmata menetas. Matanya menjadi
basah dan sembab.
Jangan menangis bu, Bella baik - baik saja. Ibu istirahat juga supaya tetap sehat.
Bella,
ia selalu menjadi penolong ibunya. Kemandiriannya membuat ibu lupa
bahwa ia pun perlu diperhatikan. Bersyukur Bella selalu sabar dan
mengalah. Terabaikan tidak membuatnya berkeluh kesah. Anak nomor dua
andalan ibunya yang tak pernah marah. Bella sadar atas dirinya sendiri.
Usianya
baru sembilan tahun, tetapi sifatnya lebih dewasa. Bella terbiasa
membantu ibunya. Jarang bermain di luar dengan sebayanya. Ia lebih
memilih bermain dan menjaga adik bungsunya. Mengajarkan kata demi kata
agar si adik mempunyai banyak kosakata. Ia sadar, ibu dan kakaknya tidak
mampu untuk hal itu. Jalinan komunikasi mereka spesial. Tatap mata,
mimik wajah dan gerak tangan mewakili percakapan diantara mereka. Bella
menyayangi mereka dengan keterbatasan yang ada. Ya, keduanya tuna
wicara.
Si
ibu sadar betul atas kekurangannya. Inilah yang membuat akhir minggu
menjadi hari spesial. Ia dapat menghabiskan waktu lebih banyak saat
anggota keluara lengkap. Kepulangan suaminya terlalu sayang jika
dilewatkan untuk setumpuk cucian. Hari libur Bella sangat berarti karena
ibu bisa memanjakannya. Walaupun tetap saja Bella tidak mau diam dan
selalu membantu pekerjaannya. Ibu selalu bangga pada Bella. Bella pun
menyadari itu. Walau tidak terucap, tetapi ia merasakan kebanggaan itu
di setiap masakan lezat ibunya. Kebanggaan tanpa suara.
#SMANSAMenulis05
#Tantangan30hariMenulis
#SeptemberMenulis'01
Posting Komentar