"Bun,
ini surat - surat apa?" Suamiku menggenggam amplop besar berwarna cokelat
berisi amplop putih yang ukurannya lebih kecil. Jumlahnya lebih dari sepuluh
buah. Tebalnya berbeda- beda, begitu juga dengan bentuk lipatannya.
Akhir
pekan kali ini memang hari yang sudah kami rencanakan. Memilah dokumen -
dokumen lama yang menumpuk tidak beraturan. Mengumpulkan yang masih terpakai
dan menyingkirkan yang sudah tidak diperlukan. Mataku berpindah pada bungkusan
kertas cokelat yang berada di tangan suamiku. Aku mencoba mengingat apa isinya.
Aku mengambil salah satu kertas berbentuk persegi terbungkus amplop putih.
Senyumku
mengembang, terngiang masa itu. Dimana telepon genggam belum menjamur seperti
sekarang. Hanya telepon rumah, itupun hanya orang - orang tertentu yang
memilikinya. Warung telekomunikasi atau yang biasa disingkat wartel, sangat
tenar kala itu. Jaman surat menyurat menjadi pilihan utama sebagai media untuk
saling mengirim kabar pada orang - orang yang jauh dari kita. Kantor pos
menjadi tempat favorit bagi para pecinta sahabat pena.
Aku
mengambil amplop kecil bercorak bunga - bunga berisi kertas berbentuk segitiga.
Halaman muka tertulis, " Untuk Sahabatku". Di bagian belakangnya
nampak sebuah nama yang sudah aku kenal lebih dari tiga tahun saat itu. Nama
yang hingga kini masih melekat dan akan terus ada di kehidupanku. Dia, sahabat
yang sudah lama tidak aku jumpai. Jarak tempat tinggal kami tidak terlalu jauh,
namun ruang dimana kami menghabiskan hari sudah berbeda. Rindu yang kami rasa
tersalurkan melalui untaian kata yang tertuang baris demi baris. Menggoreskan
tinta hitam yang juga diselingi dengan tinta warna - warni. Kami tidak bertegur
sapa, tetapi kami saling mengetahui apa saja yang kami lakukan. Terkadang dengan
sengaja kami berencana menghabiskan libur sekolah untuk bermain bersama.
Semenjak
meninggalkan seragam putih biru, kami melanjutkan pendidikan di sekolah yang berbeda.
Tempat kami menuntut ilmu berbeda arah, aku ke arah utara sedangkan dia ke
selatan. Ya, bergerak saling menjauh. Inilah alasan utama kami jarang sekali
bertemu, hanya untaian kata mewakili canda ria yang kami alami di dunia masing-
masing. Saat aku melintasi desanya, gerbang desa itu seperti tahu bahwa aku merindukan
salah satu warganya. Begitupun dengannya, merindukanku diantara pohon jati yang
berjejer sepanjang perjalanan menuju ke sekolahnya. Kami saling merindu,
kamipun saling menyapa dalam lantunan cerita indah.
Di
sebuah ruang dengan kipas besar sebagai penyejuknya kami bertemu. Kebersamaan
kami terjalin begitu saja, mengalir seperti air pegunungan yang menyatu di laut
lepas. Kami mempunyai ekstrakulikuler yang sama saat itu. Hal inilah yang
membuat kami menjadi semakin dekat. Walaupun di kelas kami duduk di bangku yang
berbeda, tetapi kesamaan kegiatan menyatukan kami. Kami juga mengikuti les
tambahan yang sama, belajar mengenal komputer bersama.
Aku
kembali memutar memori yang lebih dari sepuluh tahun berlalu. Surat demi surat
kami terbang tanpa perantara pak Pos. Ya, bukan pak Pos berseragam jingga yang
menyampaikan lembar demi lembar kerinduan kami. Secara kebetulan, salah satu
teman putih abu - abunya mempunyai teman yang ternyata bersekolah di sekolah
yang sama dengan ku. Lebih luar biasa lagi, teman itu satu kelas dengan ku. Ah,
ini sebuah kejaiban, pikirku saat itu. Mungkin Tuhan sengaja meletakkan mereka
diantara kami agar kami tetap saling terhubung. Memudahkan kami mengirim surat
tanpa ongkos. Maklum masa itu uang saku kami pun hanya cukup untuk membeli
beberapa gorengan dan ongkos naik bis.
"Persahabatan
bagai kepompong, mengubah ulat menjadi kupu - kupu."
Lirik
lagu dari salah satu band kenamaan ini sangat cocok untung perjalanan hidup
kami. Dimana kami saling terikat ketika kami masih bau kencur, hingga kini kami
telah mempunyai keluarga kecil di kota yang berbeda. Jarak memisahkan kami
kembali, namun persahabatan tetap terjalin hingga kini. Kami selalu berusaha
menjaganya, terus merajut rasa yang kami sebut Sahabat.
Hai,
Sobat. Dimanapun kamu berada, tetaplah menjadi bagian dari perjalanan ini.
Aku
dan kamu telah menjadi kita dalam ikatan persahabatan. Dulu, kini, dan
selamanya.
#SerpihanCahaya
#SMANSAMenulis05
#Tantangan30hariMenulis
#SeptemberMenulis
Aku punya nih. Temenku di jogja. Sekarang kontaknya aja gak ada di hp. 😂
BalasHapusSegera dicari Pik.,ubek2 medsos,colek sana sini.Sapa tahu bisa ke Jogja dan ketemuan., :)
HapusSiapa ya sahabat dwi? Yang biasa bareng jaman pramuka bukan wi? Hehehe kepo.
BalasHapusHoreeeeee Putri_AQpedia kepo.,hayoook ditebak - tebak. hehhehehe
Hapus