"Bu, mau makan apa hari ini? Kita belanja sekarang,
yuk." Aku memeluk lengan kanannya.
"Apa
sajalah, nak. Semua bisa ibu makan." Jawabnya singkat.
Pagi
mulai merona, menyumbangkan hembusan sejuk melalui pintu utama yang baru saja
terbuka. Seminggu ke depan, ada tamu istimewa di gubuk kami. Tamu yang selalu
kami rindukan dan kami sayangi. Beliau mempunyai posisi yang penting dalam
kehiudpan kami. Seorang wanita tangguh, tidak senang jika hanya diam tanpa
aktifitas. Tubuhnya akan pegal - pegal apabila hanya makan, nonton tv dan
bersantai. Yah, begitulah beliau yang masih menyibukkan diri mengelola beberapa
kebun di kampung halaman suami. Menanam cabai, pisang, singkong, tomat, kopi
dan tembakau.
Tempat
tinggalnya di sebuah dusun yang terletak diantara gunung Sindoro dan gunung
Sumbing. Dataran tinggi yang sejuk dengan udara segar dan berkabut setiap pagi.
Saat mentari pulang di ujung barat, maka suasana mendadak hening. Hanya
terdengar nyanyian para penghuni malam menciptakan lantunan merdu berteman sang
rembulan. Sunyi dan damai membuat setiap makhluk ingin segera mencari
kehangatan di balik selimut yang tebal.
Kami
berjalan beriringan menyusuri rumah tetangga dan pertokoan di jalan utama komplek.
Sebuah pasar mini kami sambangi pagi itu. Sayurannya masih segar dan bersih. Beberapa
jenis ikan yang masih hiudp bisa dipilih dalam sebuah kolam besar. Ada ikan
mas, nila, mujaer dan lele. Aku memberinya kesempatan untuk memilih sayuran dan
bahan makanan yang beliau inginkan. Aku menjinjing keranjang kecil dan mengekor
di belakangnya. Siap menampung apapun yang jatuh dari tangannya.
Selepas
berbelanja, kami kembali berjalan melintasi pertokoan dan beberapa rumah
tetangga. Sesampainya di rumah, semua bahan makanan segera kami bawa ke dapur.
Kali ini aku bertugas sebagai asisten dan beliau adalah koki utamanya. Aku
mencuci sebungkus buncis dan tahu putih. Beliau mempersiapkan bumbu dan
meraciknya. Beliau menugaskanku untuk mengiris tipis buncis yang telah bersih.
Kemudian mengiris bawang mewah dan cabai. Beliau mulai beraksi, mengolah semua
bahan makanan tersebut menjadi hidangan sederhana yang sedap dan lezat. Tumis
buncis dan tahu bacem tersaji. Ditambah sebuah telor ceplok khusus untuk anak
cucu kesayangannya. Harumnya masakan membuat perut keroncongan dan air liur
mengalir. Ditambah setoples kerupuk udang sebagai pelengkap, membuat lidah
ingin segera menikmatinya.
Aku
segera memanggil suami dan anak balita kami yang masih asyik menyiram tanaman
di halaman. Memberitahukan bahwa sarapan sudah siap dan segera makan sebelum semuanya
menjadi dingin. Mereka segera cuci tangan dan bergabung dengan aku dan ibu.
Kami sarapan bersama dengan lauk sederhana yang spesial. Hidangan tersebut
adalah menu kesukaan anak lelakinya yang sekarang telah menjadi ayah dari
anakku. Keringatnya bercucuran, bibirnya memerah. Suamiku makan dengan sangat
lahap. Dua piring nasi sanggup ditelannya pagi itu.
Beliau
seorang wanita sederhana yang sangat mengenal anak lelakinya. Anak lelaki yang
kini telah menjadi bagian dari perjalanan hidupku sejak tiga tahun yanglalu.
Mulai dari sifat, hobi sampai makanan kesukaan suami, beliau sangat tahu.
Bahkan sampai model sepatu dan baju pun beliau sangat memahaminya. Aku sendiri
masih meraba - raba semua yang ada pada diri suamiku. Aku, harus mengorek
banyak informasi darinya tentang lelaki yang lahir rahimnya itu.
Hal
umum yang biasa dikhawatirkan seorang istri yang baru saja mendapat suami
adalah berinteraksi dengan ibu dari suaminya. Ibu dari lelaki yang kini menjadi
pendamping hidupnya. Wanita yang telah mengandung, melahirkan, menyusui,
merawat, membesarkan dan mendidik anak laki - laki yang kini menjadi pemimpin
keluarga. Begitu banyak kecemasan yang muncul sehingga kadang ada yag
berspekulasi sebelum bergaul langsung dengan sang ibu mertua. Ada yang akrab
dengan mudah, namun tidak sedikit yang sering berselisih bahkan menimbulkan
kebencian. Kamu termasuk yang mana? Semoga tergolong dalam kelompok akur dengan
mertua.
Dari Aisyah r.a, ia berkata, saya berkata kepada
Rasulullah SAW, "Ya
Rasulullah, siapakah manusia yang paling besar haknya kepada seorang
perempuan/istri? Beliau menjawab,"Suaminya." Aku (Aisah) berkata,"Dan
siapakah manusia yang paling berhak terhadap seorang laki-laki/suami? Beliau
menjawab,"Ibunya." (Hadits Riwayat Imam An-Nasa'i, Al-Hakim, dan Imam
Al-Bazzar)
Dari
hadist tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa setiap anak laki- laki / suami
mempunyai kewajiban untuk mendahulukan ibunya daripada yang lain. Sebagai
seorang istri, aku mencoba memahami hal tersebut. Berdamai dengan ibu mertua
menjadi pilihanku dari awal aku mengenal beliau. Aku menghoratinya, mencoba
memahami karakternya, mempelajari kesukaannya dan mengamati kebiasaannya. Aku
juga berusaha untuk membuatnya nyaman ketika berada diantara aku dan suami.
Perlahan aku mencoba mengambil hatinya. Menjadikannya sama seperti ibuku
sendiri. Ini adalah caraku untuk mendapatkan cintanya agar tidak ada
kesenjangan diantara kami.
Sebagai
seorang anggota baru di keluarganya, tentu saja aku yang harus menyesuaikan
diri terlebih dulu. Terus menjaga hubungan yang baik antara ibu dan menantunya.
Semua usahaku membuahkan hasil yang baik. Aku mendapatkan cintanya. Aku
mendapat perlakuan seperti seorang anak perempuan yang lahir dari rahimnya. Ya,
aku merengkuh kasih sayangnya. Membuatnya menyayangiku sama seperti cintanya
pada suamiku.
Aku
bahagia telah menjadi bagian dari kehidupannya. Melalui hari - hari tanpa ada sengketa antara aku dan dia.
Walaupun terkadang ada rasa yang kurang pas dengan hatiku, tetapi aku mencoba
menyampaikan dengan baik. Mengungkapkan apa yang mengganjal di hatiku tanpa
harus melukai perasaanya. Meski telah belajar mengalah darinya, tentu ada masa
dimana aku juga harus meluapkan apa yang membuatku tidak nyaman terkait
dengannya. Itu semua aku ungkapkan dari hati seorang anak perempuan yang ingin
dimengerti oleh ibunya. Memposisikan diri sebagai anak, bukan menantu,
membuatku bisa lebih intim dengannya. Buktinya aku bisa bermanja - manja di
bahunya. Bercanda ria ketika bersama dengannya. Kamipun menjalin kolaborasi
yang kompak saat di dapur.
Dia,
cinta pertama lelakiku. Ibu yang akan terus punya hak atas diri lelakiku. Dia
juga akan terus menjadi ibuku. Karena dialah, aku mendapatkan lelaki yang
hebat. Karena beliaulah, kami bisa bersatu. Kebersamaanku dengan anak lelakinya
adalah buah dari restu dan cinta kasihnya.
Terima
kasih ibu telah menjadi pahlawan atas anak lelaki yang kini menjalin bahtera
rumah tangga bersamaku.
#SerpihanCahaya
#SMANSAMenulis05
#Tantangan30hariMenulis
#SeptemberMenulis(23
Posting Komentar