Pagi
itu seperti biasa aku berangkat sekolah penuh semangat. Seragam putih abu – abu
dilengkapi tas punggung berdominasi jingga dan hijau. Sebuah gantungan bola
basket bergelanyut di resleting sisi kanan. Walaupun hari itu ada kegiatan olah
raga, tetap saja sepatu berwarna hitam dengan garis putih di ujung kanan depan
tetap menjadi alas kakiku. Aku , panggil saja aku Tata. Seorang pelajar
perempuan. Aku bersekolah di salah satu Sekolah Menengah Atas di kota IKHLAS.
Ya, ikhlas julukan untuk kota dimana aku tinggal. Mungkin karena warganya
cenderung nrimo, menerima apa yang ada. Tapi maaf, bukan seperti itu
sejarahnya. IKHLAS di sini singkatan dari Indah, Kominukatif, Hijau, Lancar,
Aman, Sehat. Sepertinya ini merupakan Visi dan Misi dari kota sederhana ini.
Kelas ku berada persis di sudut bangunan sekolah. Otomatis
siapapun, baik guru, murid sampai tukang kebun sekolah sering melewatinya. Jika
ingin bertemu guru atau staf TU, langkahkan kaki ke kanan setelah keluar kelas.
Namun apabila hendak ke perpustakaan, toilet atau ke kantin sekolah, maka cukup
putar badan ke kiri. Sepanjang ke kanan ataupun ke kiri kelas, akan ditemui
beberapa ruang kelas lain. Ketika jendela kelas terbuka, maka terlihat semua
aktifitas yang terjadi di dalamnya. Tak jarang teman – teman sengaja ijin
keluar kelas untuk sekedar refresh mata karena penat dengan hitungan matematika
ataupun rumus kimia yang panjang tak berujung. Lirikan dan tebar pesona sering
menjadi hiburan tatkala kejenuhan datang. Kesengajaan keluar kelas hanya untuk
memandang sekilas teman yang di sukai sering dilakukan. Terutam teman laki –
laki. Aku pun sama seperti teman yang lain. Terkadang sengaja ijin ke toilet
untuk sekedar mengistirhatkan mata yang mulai lelah memandang rentetan hitam di
papan putih depan kelasku. Ditambah lagi kacamata minus satu yang ku kenakan,
sering membuat telingaku sakit.
Pulang sekolah menjadi ajang untuk bercerita dan
bercengkrama dengan teman – teman. Baik yang satu kelas ataupun kelas yang
berbeda. Tidak jauh –jauh obrolannya sekitar dunia PeeR, tugas kelompok atau
bocoran soal ulangan harian. Beruntung aku memiliki teman – teman yang baik.
Mereka bersedia membagi ilmu dan juga berbagi soal ulangan harian tentunya,
(Ooopss). Pinjam meminjam buku paket sudah menjadi hal lumrah bagi kami, karena
setiap siswa tidak diwajibkan untuk memilikinya sebagai buku penunjang. Bagian
paling menyenangkan bagiku ketika bel pulang berbunyi yaitu mengamati kesibukan
temanku yang lain. Entahlah, aku merasa senang saja melihat perilaku mereka.
Dalam hati dan pikiran ku pernah terlintas, mungkin aku cocok menjadi seorang
psikolog. Aaahhh, hanya kilasan otak ku saja.
Saat berjalan pulang, biasanya dua orang sahabatku sudah
menanti ku di depan kelas mereka. Kebetulan kami berbeda kelas. Sebut saja
Windi dan Yanti. Mereka adalah sahabat terbaikku. Aku dan Windi sudah berteman
sejak SMP. Sedangkan Yanti mulai dekat ketika kami mengikuti ekstrakulikuler
yang sama, yaitu Pramuka. Kami sering pulang bersamaan. Bukan hanya karena kami
sahabat, tetapi karena rumah kami mempunyai rute yang sama. Bus kota menjadi
transportasi kami sehari- hari. Berangkat dan pulang sekolah. Sirandu, disana
kami biasa menunggu bis jurusan selatan melintas. Ada banyak kenangan ketika
kami menanti bus yang kadang sudah penuh sesak oleh pelajar seperti kami. Kami
lebih memilih menunda kepulangan dan menunggu bus yang agak longar untuk
ditumpangi. Momen ini menjadi waktu kami untuk saling berbagi cerita.
Siang itu, seperti biasa, aku, Windi dan Yanti tengah
menanti bus kesayangan kami. Tiba – tiba di sebrang jalan melintas seseorang
yang kami kenal. Kami langsung membuatnya menjadi topik obrolan kami. Bahasa
kerennya bergosip. Dia salah seorang kakak kelas kami. Bagi kami, dia cukup
keren. Aahhhh, hanya serpihan kagum kami untuk dia yang memesona. Kami pun
tidak sadar ketika bus yang kami nanti melintas dan diserbu para pelajar lain
yang juga telah menanti untuk diangkut pulang. Kami pun terpaksa menunda kembali
kepulangan karena bus itu langsung sesak.
Mencoba menghibur diri, kami pun bergurau. “ udahlah ga
papa kita berdiri agak lama disini, siapa tahu nanti ketemu jodoh”. Ya, ketemu
jodoh. Jodoh tidak bisa ditebak. Jodohpun tidak bisa dipilih semau kita. Jodoh
adalah misteri yang akan terpecah saat nanti waktunya tiba. Semenjak kata itu
muncul, kami jadi senang berlama – lama di Sirandu. Barang kali ketemu jodoh,
itu yang selalu kami katakan. Jodoh bukan hanya soal pasangan hidup. Terkadang,
bertemu orang – orang yang tidak terduga pun bisa disebut jodoh. Pernah suatu
hari dengan motto Barang kali ketemu
jodoh, kami disambangi orang gila. orang tersebut berpakaian lusuh, rambut
gimbal, celana koyak, sudah dapat dipastikan pasti terganggu kejiwaannya. Meski
takut dan sempat diminta apa yang kami pegang, tetap saja ujung – ujung nya barangkali
ketemu jodoh. Yah, jodoh dihampiri orang tidak waras.
Dilain waktu juga berjumpa dengan senior idola kami.
Kebetulan satu arah pulang dan menunggu bus yang sama. Sungguh girang kami
melihat dia. Meski tak bertegur sapa, setidaknya kami bisa mengamati tingkahnya
sepanjang perjalanan pulang. Bahagianya bisa sampai esok menjelang. Maklum masa
SMA sering terjadi percikan kagum yang berbunga – bunga. Kalimat Siapa tahu ketemu
jodoh menjadi andalan kami setiap pulang sekolah. Bahkan menjadi motto
dimanapun kami berada. ini bukan lagi
sebagai candaan atau ungkapan semata, barang kali ketemu jodoh ,diam –
diam menjadi sebuah do’a.
Kami
terkadang mampir ke salah satu warung di Sirandu untuk sekedar membeli air
mineral dingin. Berharap aliran kesejukan mengurangi teriknya matahari. Mengendurkan
saraf otak yang penuh dengan hukum – hukum fisika dan ciri dari binatang
bertulang belakang. Bus yang kami tunggu seringkali berhenti sesaat saja,
sehingga sedikit pelajar yang bisa naik. Katanya sih, karena anak sekolah
bayarnya separuh, murah jadi merugikan setoran mereka. Kami, para pelajar
selalu menjadi penumpang optional, bahkan hanya sebagai pelengkap saja, karena
banyak dari kami yang berdiri di tengah dan bergelayut di pintu bus. Walaupun
demikian, bagi kami itu merupakan bagian dari perjalanan yang menyenangkan.
Walaupun
actualnya jodoh tidak kami temukandi Sirandu, tetapi rutinitas menunggu bus menjadi
bagian indah masa SMA. Bagi diriku, kalimat itu menjadi sebuah sugesti
dimanapun aku berada. Di tempat yang menyenangkan ataupun menyebalkan, aku
berharap bisa berjodoh dengan seseorang. Mendapat teman baru atau bertemu teman
lama tanpa terduga, itu bagian dari jodoh. Apalagi bersua dengan belahan jiwa,
tentu saja ini jodoh yang dinanti sejak lama.
Jodoh,
Bagian dari sebuah misteri.
Terukir kisah yang indah saat masa itu datang menghampiri. Aku menemukannya
hanya berjarak 2m dari meja kerjaku. Windi menjumpainya melalui tangan seorang
teman. Yanti menyambutnya dari sebuah kisah lama.
Sebuah kalimat menjadi
motivasi dan sugesti.
Tirta,
Cikarang, Agustus 2017
Posting Komentar