√Mudik Bergantian
Header catatantirta.com

Mudik Bergantian


Alhamdulillah Ramadhan 1438H ditutup dengan mudik yang indah. Saya dan suami selalu membagi libur lebaran menjadi dua periode. Mengunjungi orang tua kami masing-masing adalah wajib. Setiap tahunnya selalu bergantian siapa yang lebih dulu kami kunjungi. Kebetulan tahun ini mudik ke orangtua suami lebih dulu. Mereka tinggal diantara Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Daerah sejuk nan indah. Meski sudah banyak kendaraan bermotor yang menyumbang banyak asap knalpot, tetapi udara tetap segar karena kehebatan pohon - pohon yang berdiri rimbun. Dusun sederhana yang minim sinyal ponsel. Kami hemat paket data tetapi boros batere karena telepon seluler bekerja keras untuk mencari sinyal. Namun itu tidak menjadi masalah bagi kami karena dengan begitu kebersamaan lebih terasa tanpa adanya selingan gadget.
Perbekalan mudik sudah dipersiapkan jauh hari. Ini bertujuan agar tidak ada yang terlewat saat perjalanan tiba. Mulai dari daftar pakaian anak, pakaian orangtuanya juga perlengkapan lainnya. Semua tertulis dalam secarik kertas sebagai koreksi jika ada yang terlewat nantinya.
Menggunakan transportasi umum membuat kami mengatur bawaan seminimal mungkin. Ini demi mempermudah kami saat beralih kendaraan yang satu ke kendaraan yang lain. Anak balita kami menjadi salah satu alasan untuk mengurangi bawaan yang kurang penting. Satu koper berisi semua keperluan ditambah dengan satu tas ransel sebagai tempat perlengkapan yang akan keluar masuk selama perjalanan kami. Sangat praktis dan efisien.
Mudik kali ini diawali sedikit kegalauan. Pak suami belum mendapat kepastian tanggal libur lebaran. Tiket kereta tidak berhasil kami dapatkan. Perjuangan sia-sia setelah beberapa malam begadang untuk pemesanan online. Bahkan tiket kereta tambahan pun tidak kami dapatkan. Alternatif kedua yaitu menggunakan bus. Namun kami mengurungkan niat karena tahun lalu kami telah merasakan macet yang terlama sepanjang sejarah mudik. Pilihan sementara kami memilih jalur udara. Tiga seat sudah dipesan dengan rute Soekarno Hatta - Ahmad Yani, lama perjalanan sekitar satu jam. Walaupun biaya yang dikuarkan lebih banyak tetapi waktu tempuh yang singkat membuat kami yakin dengan transportasi ini.
Sabtu, 24 Juni 2017 pukul : 16.00 kami sudah tiba di Bandara Ahmad Yani - Semarang. Keluarga sudah menunggu di terminal kedatangan dan kami pun melanjutkan perjalanan. Di butuhkan sekitar 2 jam untuk sampai ke rumah orang tua suami. Sepanjang jalan menyenangkan hati. Jalan berliku, berkelok, menanjak dan menurun mengiringi rindu kampung halaman.
Sesampainya di rumah sederhana penuh cinta, kami disambut dinginnya udara pegunungan. Rasanya tidak ingin menyentuh lantainya yang juga dingin. Lelah yang menggelayuti badan membuat kami harus membersihkan diri. Menyentuh air tampungan yang membuat badan menggigil. Malam itu bapak Menteri agama menetapkan bahwa hari minggu tanggal 25 Juni 2017 sebagai  1 Syawal 1438 H. Ini menjadi titik dimulainya tabuh takbir di tiap mushola dan masjid. Suka cita untuk para umat muslim di indonesia. Malam itu dihiasi kumandang kebesaran Sang Khalik. Menggema di seluruh penjuru desa. Terkadang diselingi dengan dentuman petasan dan percikan kembang api yang mewarnai langit.
Hari raya Idul Fitri waktunya menjalin silaturahim. Bertemu sanak saudara. Mendekatkan yang jauh, mempererat yang dekat. Banyak yang belum saya kenal, tetapi saya senang menjadi bagian dari keluarga ini. Hidangan tersaji di setiap pintu yang kami datangi. Ada budaya yang bertahan hingga saat ini yaitu sungkeman. Setiap rumah yang kami datangi tidak hanya berjabat tangan, tetapi dilakukan dengan sungkem kepada yang lebih tua. Saat sungkem, para orang tua memberikan do'a dan yang muda meng-aamiinkan. Budaya yang patut dipertahankan bahwa yang muda wajib menghormati yang tua dan yang tua memberikan doa kepada yang muda.
Tiga hari sudah kami berada di dusun penuh kesejukan. Waktunya mengunjungi kota IKHLAS. Kota sederhana yang perubahannya tidak terlalu signifikan. Keuntungannya adalah setiap sudut kota membuat kenangan indah kembali menjelma, karena tidak banyak yang berubah dari semua isinya. Kereta sore itu berangkat dari Stasiun Tawang. Kami kembali menikmati traveling lebaran. Suasana gerbong cukup ramai. Kereta tiba tepat pukul : 19.00 di stasiun Pemalang. Adik bungsu dan kakak ipar sudah menunggu di luar stasiun. Malam yang ramai. Riuh tukang becak dan ojeg menawarkan jasa mereka.Sepeda motor kami pun melaju. Meninggalkan hiruk pikuk stasiun. Rasanya sudah tidak sabar ingin mencium punggung tangan ibu tersayang. Merasakan hangat peluk tubuhnya. Menikmati sedap masakannya. Jutaan kebahagiaan mulai merasuk ketika bangunan sederhana mulai tampak. Sambutan penuh kasih menjadi penawar rindu yang membuncah.
Malam belum terlalu larut. Kami bercanda ria hingga kantuk pun tiba. Agenda libur lebaran masih berlanjut. Saatnya beristirahat untuk wara - wiri berikutnya.
Bersyukur atas kemudahan, kelancaran dan kebahagian yang Engkau berikan Ya Rabb.

4 komentar

Terima kasih sudah main ke Catatan Tirta
  1. Selalu aku merasa kelembutan dalam tulisan mba Dwi,
    Adeem banget kayak Dieng dan ikhlas banget kayak Pemalang,
    Seneng ya mba mudik, kapan aku mudik kemana juga mudiknya, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga disegerakan dengan orang yang tepat Widya
      Aamiin

      Hapus
  2. Balasan
    1. Mudiknya Cikarang-Temanggung-Pemalang - Cikarang lagi

      Hapus