Berawal
dari sebuah ruang berukuran 3m x 9m. Tempat dimana para pekerja muda seperti saya
tinggal di perantauan. Kontrakan sebutan untuk tempat itu. Pemiliknya adalah
keluarga keturunan betawi tulen. Engkong Alim panggilannya. Engkong adalah
seorang bapak baik hati, sederhana dan ramah. Beliau beserta istri dan anak -
anaknya tinggal dekat kontrakan yang mereka bangun. Ada 7 pintu yang mereka
sewakan. Saya salah satu penghuninya. Keluarga engkong Alim sangat baik.
Pernah suatu hari saluran air meluap dan jalanan tergenang banjir. Hujan yang
turun deras membuat debit air naik dan menggenangi beberapa kontrakan. Termasuk
diantaranya adalah yang saya tempati. Saat itu engkong menyediakan tempat tidur
di rumah nya untuk kami yang terkena banjir. Jika pohon mangganya berbuah,
semua penghuni boleh mengambilnya cuma - cuma. Tanpa basa basi beliau
mengijinkan para penghuni kontrakan untuk menikmati setiap tanamannya yang
sedang berbuah. Dia memang baik hati. Begitulah tempat tinggal saya di
perantauan. Tempat berteduh dan beristirahat selepas bekerja seharian.
Menginjak
tahu kedua merantau, saya berniat untuk melanjutkan pedidikan. Termotivasi
seorang teman yang sudah menjalani perkuliahan sambil bekerja membuat saya ingin
mengikutinya. Mencari info kesana kemari dan akhirnya saya memutuskan sebuah
Sekolah Tinggi swasta yang masih terjangkau. Baik segi biaya, waktu ,
fleksibilitas jadwal perkuliahan dan jarak tempuh yang tidak terlalu jauh. Saya
pun mulai berjuang dan berusaha menjadi lebih baik. Menapaki aktifitas baru
sebagai pekerja dan mahasiswa.
Waktu
terus bergulir, perkuliahan telah dimulai. Kuliah sambil bekerja bukanlah hal
yang mudah. Walau banyak dipandang sebelah mata. Dibilang hanya mencari ijasah
atau apalah perkataan miris lainnya. Namun, bagi ku ini adalah bagian dari
usaha dan perjalanan hidup. Berharap hari esok akan menjadi lebih baik. Focus
menggapai asa dan mengumpulkan semangat bekerja serta berkarya.
Di suatu pagi menjelang terik. Di sela-sela menunggu dosen, tiba - tiba dering telepon seluler berbunyi.
"Hallo, Assalamûalaikum, Apakah
ini benar dengan Nina ? Saya
tetangga baru di sebelah kontrakan kamu, mau pinjam gunting ada ga? Saya mau
bongkar barang – barang bawaan saya. Kamu ada di kontrakan kan ?” Suara yang asing terdengar.
“
Wa’alaikumussalam, maaf saya sedang keluar tidak di kontrakan " Jawab ku
singkat.
“
Oh, begitu. Ya sudah, terima kasih. Assalamu’alaikum”.
Tut
tut tut, telepon berakhir. Suara laki – laki yang belum saya kenal. Aneh, saya bingung
siapa orang ini, darimana dapat nomor
telepon saya?. Ahhh, biarlah nanti juga akan tahu, bukankah tadi dia bilang
tetangga kontrakan yang baru.
Mentari mulai beranjak ke atas kepala.
Lelah dan kantuk mulai terasa. Sesampainya di kontrakan, saya pun beristirahat.
Memejamkan mata, mengumpulkan tenaga untuk bekerja malam nanti. Di lain hari,
ketika itu hari minggu. Ketika sedang menjemur pakaian, seorang laki - laki
menyapa.
“ Nduk, kamu kemarin lagi masuk kerja
malam kan, tapi ko paginya sering ga ada di kontrakan. Pulang kerja main terus ya?”
Tanya nya membuka pembicaraan.
“ Maaf, mas ini yang kemarin telpon ya,
dapat nomor saya darimana? Ko tahu kalau saya masuk kerja malam?” Ucapku
penasaran.
“Oh iya, nama ku Anto. Nomor telepon saya
dapat dari engkong. Saya liat kamu berangkat kerja abis Maghrib, berarti sedang
kerja shift malam kan. Kalau
boleh tahu siang – siang sering ga ada, main kemana ?” Jelasnya di akhiri
dengan pertanyaan.
“Sepulang
kerja saya langsung berangkat kuliah, makanya tidak ada” Sahut ku dengan tangan
masih menggantungkan baju untuk di jemur. Perbincangan
ini menjadi awal perkenalan kami. Obrolan pun menjadi panjang lebar. Dia laki - laki yang baik,
sopan, rajin, dan humoris. Saking humorisnya, kepalanya pernah dibuat
tanpa rambut. Lebih ringan dan mengurangi stress, jelasnya sewaktu saya
bertanya tentang model rambutnya.
Waktu terus berlalu, saya melihat dia
seperti seorang kakak. Kakak laki - laki
yang selalu siap sedia ketika adiknya membutuhkan bantuannya. Banyak kerepotan
yang saya ajukan padanya. Seringkali dia mengantar jemput pulang pergi ke kampus demi mengejar waktu. Karena
jika telat maka saya tidak bisa masuk kelas. Meminjam komputernya untuk
mengerjakan tugas pun sering. Dia baik, dan saya menganggapnya sebagai seorang
kakak, tidak lebih.
“Nduk, kalau saat ini kamu lebih memilih
kuliah atau menikah?” Tanya mas Anto di sela - sela makan siang kami. Dengan
ringan saya menjawab, untuk saat ini saya lebih memilih kuliah karena baru saja
saya menjalaninya dan ini bagian dari cita – cita saya. Saya baru memulainya
dan masih panjang waktu untuk menuntaskannya. Pertanyaan itu pun terabaikan,
hilang begitu saja dan tidak pernah sekalipun dipertanyakan lagi olehnya. Sikapnya
pun masih seperti biasa. Tetap ramah, ceria dan humoris.
Suatu hari dengan penuh semangat, dia
menunjukkan dua foto wanita. Dia menjelaskan tentang mereka dan meminta
pendapat, mana yang sekiranya cocok untuknya. Seperti membacakan biografi
seseorang, cerita di balik dua foto itu sangat lengkap. Beberapa hari mas Anto
berpikir. Mungkin juga berikhtiar, dua wanita yang punya kelebihan dan
kekurangan. Hingga akhirnya pilihan jatuh pada seorang gadis cantik, manis dan
sederhana. Melalui pemikiran yang matang dan niat yang baik, dimulailah
menjalin komunikasi dengan wanita pilihannya itu.
Waktu berjalan begitu cepat. Hubungan
saya dan mas Anto masih baik - baik saja, bahkan banyak cerita tentang gadis
cantik pilihannya itu. Dia perlahan – lahan mulai dekat dengannya. Saya pun
selalu menanggapi ceritanya dengan suka cita. Mendengarkan
cerita liburan mereka, melihat foto - foto kebahagiaan mereka. Dan saya ikut
bahagia menjadi penyimak kisah mereka. Namun, mas Anto selalu menghindar setiap
kali saya minta untuk diperkenalkan dengan wanita pilihannya itu. Saya hanya
melihat dan mengenalnya dari foto - foto dan cerita tentang dirinya. Suatu
waktu saya bertanya kenapa tidak mau memperkenalkan wanitanya kepada saya.
"Nduk, tidak ada wanita atau kekasih
manapun yang akan bisa menerima seorang wanita lain yang dekat dengan
lelakinya. Yang mana wanita lain itu tidak ada hubungan darah dengan lelakinya.
Walaupun hanya jalinan seperti kakak dan adik. Karena rasa cemburu itu selalu ada
sebagai tanda cinta. Jika saya memperkenalkan kamu dengannya, bukannya
menghilangkan cemburu tetapi justru akan selalu timbul rasa curiga".
Terang mas Anto.
Singkat
dan padat, tetapi saya belum bisa menerima alasannya itu. Karena saya ingin
kekasihnya itu mengenal saya dan menjelaskan posisi saya diantara mereka. Saya
hanyalah sebagai adik dari laki - laki yang dicintainya. Hanya itu yang ingin saya
katakan supaya dia tidak menjadi cemburu ataupun curiga. Bagaimanapun saya
meminta untuk berkenalan, tetap saja mas Anto tidak mengijinkan. Sudahlah,
mungkin tidak saling kenal itu akan lebih baik.
Di penghujung tahun, kabar bahagia datang.
Laki - laki itu, kakak saya di perantauan akan segera menikah. Saya sambut dengan bahagia dan turut bersyukur.
Saya selipkan doa, semoga lancar hingga ke pelaminan. Mas Anto melibatkan saya
dalam proses bahagianya itu. Dia mengajak
saya, meminta pendapat untuk memilih model cincin pernikahan, tentu saja saya
sangat senang bisa ambil bagian ini. Beberapa model sebagai alternatif pilihan
dan dia pun menyetujuinya. Menjelang hari pernikahannya, dia memberitahu saya. Dengan
sedikit menundukkan kepala, suaranya lirih tidak seperti biasanya.
" Nduk, setelah ini saya akan
jarang membantu mu, mungkin akan perlahan menjauh. Ini demi kebaikan, kamu, saya
juga Dia calon pendamping hidup saya. Jaga diri baik - baik, carilah laki - laki yang baik. Jaga kesehatan
dan semoga kuliahmu berjalan lancar hingga meraih gelar yang kamu cita -
citakan". Saya hanya terdiam dan mengangguk. Itu
adalah kata - kata terakhir mas Anto. Dia pun berlalu. Hilang di balik pintu. Hanya
bayangan punggungnya yang terlihat layu. Seolah mengatakan selamat tinggal.
Tiga hari sebelum pernikahannya, dia
pindah entah kemana. Foto - foto bahagianya bisa saya ketahui dari media
sosial tempat kami berteman di dunia maya. Ucapan selamat saya tulis diantara
banyak komentar di weeding statusnya. Begitupun setiap ada serba serbi terbaru
tentang dia yang dibagi melalui akun pribadinya, saya memberi mention dan
sedikit komentar. Kini, engkau bahagia. Bersama kekasih dan buah hati kalian.
Bahagia rasanya melihat bahagia mu. Semoga keluarga mu selalu diliputi canda, tawa
dan kebahagiaan. Untuk mu, Laki - laki yang pernah menjadi penjaga asa ku.
( Serpihan cahaya dalam perjalanan hidupku )
( Serpihan cahaya dalam perjalanan hidupku )
Posting Komentar