√Kakak Laki - Laki
Header catatantirta.com

Kakak Laki - Laki



Berawal dari sebuah ruang berukuran 3m x 9m. Tempat dimana para pekerja muda seperti saya tinggal di perantauan. Kontrakan sebutan untuk tempat itu. Pemiliknya adalah keluarga keturunan betawi tulen. Engkong Alim panggilannya. Engkong adalah seorang bapak baik hati, sederhana dan ramah. Beliau beserta istri dan anak - anaknya tinggal dekat kontrakan yang mereka bangun. Ada 7 pintu yang mereka sewakan. Saya salah satu penghuninya. Keluarga engkong Alim sangat baik. Pernah suatu hari saluran air meluap dan jalanan tergenang banjir. Hujan yang turun deras membuat debit air naik dan menggenangi beberapa kontrakan. Termasuk diantaranya adalah yang saya tempati. Saat itu engkong menyediakan tempat tidur di rumah nya untuk kami yang terkena banjir. Jika pohon mangganya berbuah, semua penghuni boleh mengambilnya cuma - cuma. Tanpa basa basi beliau mengijinkan para penghuni kontrakan untuk menikmati setiap tanamannya yang sedang berbuah. Dia memang baik hati. Begitulah tempat tinggal saya di perantauan. Tempat berteduh dan beristirahat selepas bekerja seharian.
Menginjak tahu kedua merantau, saya berniat untuk melanjutkan pedidikan. Termotivasi seorang teman yang sudah menjalani perkuliahan sambil bekerja membuat saya ingin mengikutinya. Mencari info kesana kemari dan akhirnya saya memutuskan sebuah Sekolah Tinggi swasta yang masih terjangkau. Baik segi biaya, waktu , fleksibilitas jadwal perkuliahan dan jarak tempuh yang tidak terlalu jauh. Saya pun mulai berjuang dan berusaha menjadi lebih baik. Menapaki aktifitas baru sebagai pekerja dan mahasiswa.
Waktu terus bergulir, perkuliahan telah dimulai. Kuliah sambil bekerja bukanlah hal yang mudah. Walau banyak dipandang sebelah mata. Dibilang hanya mencari ijasah atau apalah perkataan miris lainnya. Namun, bagi ku ini adalah bagian dari usaha dan perjalanan hidup. Berharap hari esok akan menjadi lebih baik. Focus menggapai asa dan mengumpulkan semangat bekerja serta berkarya.

Di suatu pagi menjelang terik.
Di sela-sela menunggu dosen, tiba - tiba dering telepon seluler berbunyi.
"Hallo, Assalamûalaikum, Apakah ini benar dengan Nina ? Saya tetangga baru di sebelah kontrakan kamu, mau pinjam gunting ada ga? Saya mau bongkar barang – barang bawaan saya. Kamu ada di kontrakan kan ?” Suara yang asing terdengar.
“ Wa’alaikumussalam, maaf saya sedang keluar tidak di kontrakan " Jawab ku singkat.
“ Oh, begitu. Ya sudah, terima kasih. Assalamu’alaikum”.
Tut tut tut, telepon berakhir. Suara laki – laki yang belum saya kenal. Aneh, saya bingung siapa orang ini, darimana dapat  nomor telepon saya?. Ahhh, biarlah nanti juga akan tahu, bukankah tadi dia bilang tetangga kontrakan yang baru.
Mentari mulai beranjak ke atas kepala. Lelah dan kantuk mulai terasa. Sesampainya di kontrakan, saya pun beristirahat. Memejamkan mata, mengumpulkan tenaga untuk bekerja malam nanti. Di lain hari, ketika itu hari minggu. Ketika sedang menjemur pakaian, seorang laki - laki menyapa.
“ Nduk, kamu kemarin lagi masuk kerja malam kan, tapi ko paginya sering ga ada di kontrakan. Pulang kerja main terus ya?” Tanya nya membuka pembicaraan.
“ Maaf, mas ini yang kemarin telpon ya, dapat nomor saya darimana? Ko tahu kalau saya masuk kerja malam?” Ucapku penasaran.
“Oh iya, nama ku Anto. Nomor telepon saya dapat dari engkong. Saya liat kamu berangkat kerja abis Maghrib, berarti sedang kerja shift malam kan. Kalau boleh tahu siang – siang sering ga ada, main kemana ?” Jelasnya di akhiri dengan pertanyaan.
“Sepulang kerja saya langsung berangkat kuliah, makanya tidak ada” Sahut ku dengan tangan masih menggantungkan baju untuk di jemur. Perbincangan ini menjadi awal perkenalan kami. Obrolan pun menjadi panjang lebar. Dia laki - laki yang baik, sopan, rajin, dan humoris. Saking humorisnya, kepalanya pernah dibuat tanpa rambut. Lebih ringan dan mengurangi stress, jelasnya sewaktu saya bertanya tentang model rambutnya.
Waktu terus berlalu, saya melihat dia seperti seorang kakak. Kakak  laki - laki yang selalu siap sedia ketika adiknya membutuhkan bantuannya. Banyak kerepotan yang saya ajukan padanya. Seringkali dia mengantar jemput  pulang pergi ke kampus demi mengejar waktu. Karena jika telat maka saya tidak bisa masuk kelas. Meminjam komputernya untuk mengerjakan tugas pun sering. Dia baik, dan saya menganggapnya sebagai seorang kakak, tidak lebih.
“Nduk, kalau saat ini kamu lebih memilih kuliah atau menikah?” Tanya mas Anto di sela - sela makan siang kami. Dengan ringan saya menjawab, untuk saat ini saya lebih memilih kuliah karena baru saja saya menjalaninya dan ini bagian dari cita – cita saya. Saya baru memulainya dan masih panjang waktu untuk menuntaskannya. Pertanyaan itu pun terabaikan, hilang begitu saja dan tidak pernah sekalipun dipertanyakan lagi olehnya. Sikapnya pun masih seperti biasa. Tetap ramah, ceria dan humoris.
 Suatu hari dengan penuh semangat, dia menunjukkan dua foto wanita. Dia menjelaskan tentang mereka dan meminta pendapat, mana yang sekiranya cocok untuknya. Seperti membacakan biografi seseorang, cerita di balik dua foto itu sangat lengkap. Beberapa hari mas Anto berpikir. Mungkin juga berikhtiar, dua wanita yang punya kelebihan dan kekurangan. Hingga akhirnya pilihan jatuh pada seorang gadis cantik, manis dan sederhana. Melalui pemikiran yang matang dan niat yang baik, dimulailah menjalin komunikasi dengan wanita pilihannya itu.
Waktu berjalan begitu cepat. Hubungan saya dan mas Anto masih baik - baik saja, bahkan banyak cerita tentang gadis cantik pilihannya itu. Dia perlahan – lahan mulai dekat dengannya. Saya pun selalu menanggapi ceritanya dengan suka cita. Mendengarkan cerita liburan mereka, melihat foto - foto kebahagiaan mereka. Dan saya ikut bahagia menjadi penyimak kisah mereka. Namun, mas Anto selalu menghindar setiap kali saya minta untuk diperkenalkan dengan wanita pilihannya itu. Saya hanya melihat dan mengenalnya dari foto - foto dan cerita tentang dirinya. Suatu waktu saya bertanya kenapa tidak mau memperkenalkan wanitanya kepada saya.
 "Nduk, tidak ada wanita atau kekasih manapun yang akan bisa menerima seorang wanita lain yang dekat dengan lelakinya. Yang mana wanita lain itu tidak ada hubungan darah dengan lelakinya. Walaupun hanya jalinan seperti kakak dan adik. Karena rasa cemburu itu selalu ada sebagai tanda cinta. Jika saya memperkenalkan kamu dengannya, bukannya menghilangkan cemburu tetapi  justru akan selalu timbul rasa curiga". Terang mas Anto.
 Singkat dan padat, tetapi saya belum bisa menerima alasannya itu. Karena saya ingin kekasihnya itu mengenal saya dan menjelaskan posisi saya diantara mereka. Saya hanyalah sebagai adik dari laki - laki yang dicintainya. Hanya itu yang ingin saya katakan supaya dia tidak menjadi cemburu ataupun curiga. Bagaimanapun saya meminta untuk berkenalan, tetap saja mas Anto tidak mengijinkan. Sudahlah, mungkin tidak saling kenal itu akan lebih baik.
Di penghujung tahun, kabar bahagia datang. Laki - laki itu, kakak saya di perantauan akan segera menikah. Saya  sambut dengan bahagia dan turut bersyukur. Saya selipkan doa, semoga lancar hingga ke pelaminan. Mas Anto melibatkan saya dalam proses bahagianya itu. Dia  mengajak saya, meminta pendapat untuk memilih model cincin pernikahan, tentu saja saya sangat senang bisa ambil bagian ini. Beberapa model sebagai alternatif pilihan dan dia pun menyetujuinya. Menjelang hari pernikahannya, dia memberitahu saya. Dengan sedikit menundukkan kepala, suaranya lirih tidak seperti biasanya.
" Nduk, setelah ini saya akan jarang membantu mu, mungkin akan perlahan menjauh. Ini demi kebaikan, kamu, saya juga Dia calon pendamping hidup saya. Jaga diri baik - baik, carilah laki - laki yang baik. Jaga kesehatan dan semoga kuliahmu berjalan lancar hingga meraih gelar yang kamu cita - citakan". Saya hanya terdiam dan mengangguk. Itu adalah kata - kata terakhir mas Anto. Dia pun berlalu. Hilang di balik pintu. Hanya bayangan punggungnya yang terlihat layu. Seolah mengatakan selamat tinggal.
Tiga hari sebelum pernikahannya, dia pindah entah kemana. Foto - foto bahagianya bisa saya ketahui dari media sosial tempat kami berteman di dunia maya. Ucapan selamat saya tulis diantara banyak komentar di weeding statusnya. Begitupun setiap ada serba serbi terbaru tentang dia yang dibagi melalui akun pribadinya, saya memberi mention dan sedikit komentar. Kini, engkau bahagia. Bersama kekasih dan buah hati kalian. Bahagia rasanya melihat bahagia mu. Semoga keluarga mu selalu diliputi canda, tawa dan kebahagiaan. Untuk mu, Laki - laki yang pernah menjadi penjaga asa ku.

( Serpihan cahaya dalam perjalanan hidupku )

Posting Komentar

Terima kasih sudah main ke Catatan Tirta