√Cuit Cuit di Atas Pintu
Header catatantirta.com

Cuit Cuit di Atas Pintu

Burung


Cuit cuit cuit....,

Cuit cuit cuit....,

Cuit cuit cuit....,

Terdengar riuh dari atas pintu. Keramaian yang sudah dimulai sebelum matahari terbit di ufuk timur. Mengganggu langkah kaki sebelum berbelok ke kamar mandi.

Rasa penasaran dengan cuitan itu membuat saya urung masuk ke kamar mandi. Saya melangkahkan kaki mendekati pintu dapur yang selalu terkunci. Maklum, di balik pintu ada garasi mini yang tak lagi cukup untuk dilewati. Jadi, pintu itu sangat jarang terbuka.

Perlahan suara riuh itu makin terdengar jelas. Mata ini melepas pandangan ke segala arah mencari sumber keramaian pagi ini.

Tidak salah lagi, suara cuit yang saling bersahutan itu berasal dari atas pintu. Tak terduga, sungguh di luar pemikiran saya. Sebuah sarang burung tersimpan rapi di sela lubang-lubang udara. Pantas saja lantai dipenuhi sisa-sisa ranting berserakan. Itu semua pasti bagian dari proses pembuatan sarang burung yang cantik itu. Sisa ranting yang jatuh dan tak kuasa untuk dirajut.

Selama ini pintu dapur memang jarang dibuka karena berbatasan langsung dengan garasi. Ya, dapur di rumah kami berasa di sisi kiri depan. Tujuan awal agar sirkulasi udara nisa lancar saat memasak. Sayangnya, pintu dapur jarang dibuka sebab garasi kami memiliki kapasitas terbatas.

Saya kembali fokus menatap sarang burung di atas pintu. Sulaman ranting-ranting kering itu nampak elok bertengger di atas sana. Sedikit berjinjit saya mendekatkan telinga ke arah sarang burung. Memastikan bahwa ada penghuni kecil di dalamnya.

Saking fokusnya, tiba-tiba adik sudah berada di samping saya. Kehadirannya sempat membuat saya terkejut.

"Mommy sedang lihat apa?" Tanya adik menarik baju.

"Sedang lihat sarang burung." Tangan saya menunjuk ke atas pintu.

"Waah, ada sarang burung? Itu bunyi anak buring ya?" Adik penasaran mendengan cuitan para anak burung.

"Iya, itu suara anak burung. Sepertinya baru menetas, Nak." Ucap saya menjelaskan.

"Horeee, kita punya burung." Adik berseru girang.

Sedikit saya menjelaskna tentang sisa-sisa ranting yang berserakan. Saya juga menjelaskan bahwa seharusnya sarang burung itu ada di atas pohon, bukan di atas pintu. Namun, adik memohon agar saya membiarkan sarang tersebut. Adik berkata bahwa ia ingin memeliharanya.

Melihat antusiasnya adik, saya pun tidak keberatan. Toh burung itu bisa terbang bebas dan tak perlu disediakan makanan. Burung-burung bisa mengejar rejekinya sendiri. Hanya saja saya harus rajin membersihkan sisa-sisa kotoran yang ada di sekitar pintu.

Rasa penasaran adik dan juga bahagianya mendapati burung beserta sangkarnya memberikan isyaray bahwa ia menyayangi burung tersebut. Meski hanya mendengar cuitannya saja, adik sudah langsung jatuh cinta.

Baiklah, mari kita pelihara (biarkan) burung-burung itu hidup di atas pintu.

Lumayan suaranya menjadi hiburan merdu di pagi hari.

 

Posting Komentar

Terima kasih sudah main ke Catatan Tirta