Catatan Keluarga Jejak Lampah.
Kami memiliki kenangan Family Project sebelum masa Pandemi Covid 19 tahun 2020.
Saat itu adalah akhir pekan di minggu kedua bulan Januari 2020. Kami keluarga Jejak Lampah sepakat untuk mengisi hari libur dengan berkebun. Sebelum aktivitas berkebun dimulai, sebenarnya komandan keluarga (suami) ada jadwal futsal di pagi hari. Namun gagal karena wakil komandan (saya) lalai saat menyiapkan sarapan. Hal ini menjadikan kami berangkat agak terlambat.
Dalam perjalanan, ternyata perlintasan kereta api ditutup karena lima kereta lewat secara berurutan tanpa henti. Dengan mengumpulkan segala kesabaran, kami mengantri hampir 20 menit. Sungguh rasa gemas, kesal, dan pasrah bercampur aduk. Seperti ujian kesabaran sedang menimpa. Terutama bagi komandan keluarga yang punya kepentingan main futsal dan sudah meredam emosi sedari pagi. (Maaf ya pak komandan).
Setelah hampir 20 menit menunggu, akhirnya palang perlintasan kereta dibuka. Tetapi jalanan tidak semulus yang diharapkan. Pedal gas komandan belum juga bergerak karena pasukan helm memenuhi semua sisi jalan. Lagi-lagi kesabaran diuji. Pada situasi ini, spion kanan dan kiri rawan sekali bersinggungan dengan kendaraan lain. Ya, kami hanya bisa ber-Istighfar saat semua itu terjadi.
Perlahan kami bergerak hingga tiga baris rel berhasil kami lampaui dan mendapat aspal sebagai roda pijakan. Perjalanan pun berlanjut dengan sendatan di beberapa titik lagi yaitu stasiun, pasar lama, dan lampu merah. Laju kendaraan terus bergulir beriringan dengan waktu yang tak bisa dihentikan juga. Kami pun terlambat. Sekitar 1 km mendekati tempat futsal, komandan memutuskan untuk ganti lokasi. Membatalkan jadwal fustsalnya dan banting setir ke arah lain.
Berputar-putar di jalanan panas berdebu dan akhirnya berhenti di salah satu restoran kesukaan keluarga. Kami memilih untuk merefleksikan kegagalan dengan makanan. Hahahaha, ini salah satu kebahagiaan keluarga Jejak lampah. Saat bosan atau jenuh maka kami akan ke luar berkuliner ke beberapa tempat yang direkomendasikan atau ke tempat kesukaan kami.
Usai perut kenyang, hati pun senang
Matahari mulai lengser dari titik tertinggi ketika kami sudah sampai di rumah. Setelah beristirahat, kami pun memutuskan untuk merapikan tanaman yang ada di sekitar rumah. Komandan memangkas pohon mangga Manalagi Madu yang telah termakan hama. Seluruh daun dipangkas demi membasmi hama penggangu. Ada sedih melihat pohon mangga tinggal batang, tanpa daun. Namun semua kembali demi kesehatan si pohon mangga. Sebelumnya kami pernah memakai pembasmi hama dengan media semprot, tetapi hama tak kunjung pergi. Akhirnya dengan berat hati, kami membuang seluruh daun dan ranting yang terkena hama. Berharap nanti tumbuh kehidupan baru yang sehat dan subur.
Sementara komandan memotong pohon mangga, wakil komandan memegang sapu lidi dan pengki. Daun-daun yang berguguran dikumpulkan agar tidak terbang tertiup angin. Wakil komandan tidak sendiri, ada prajurit pertama yang ikut membantu. Sapu lidi ukuran kecil menjadi senjata berkebunnya. Prajurit pertama mendapat tugas memasukkan daun yang telah terkumpul ke dalam plastik sampah. Prajurit pertama ini sangat gembira melaksanakan tugas yang diamanahkan padanya.
Sementara itu, prajurit kedua yang berusia satu tahun belum mendapat tugas. Ia diberi kebebasan untuk melihat, mengamati, dan bermain sesuka hati. Langkah kecilnya cukup membuat lelah kami menguap dan hilang.
Sengat matahari tak menghalangi kami untuk terus beraktivitas di luar rumah. Meski peluh mengalir, tetapi semangat tetap menyala karena semua dilakukan dengan hati gembira. Keceriaan kami makin bertambah ketika prajurit kecil tertawa riang melihat polah gerak kami. Prajurit kecil menjadi pengawas dan penonton yang ceria.
Setelah urusan pohon mangga dan sampah daun nya selesai, komandan keluarga beralih ke tanaman rambat yang berada di sisi kiri rumah. Tanaman rambat ini bernama Lee Kwan Yew atau dalam nama Indonesia sering disebut tanaman Janda Merana. Kami memang sengaja menanamnya dengan tujuan sebagai tanaman hias serta pelindung dari bias air hujan. Butuh waktu lebih dari satu tahun sampai tanaman Lee Kwan Yew ini tumbuh rapat di semua sisi. Komandan merapikan rambatan Lee Kwan Yew agar lebih teratur dan sedap dipandang.
Ketika komandan keluarga tengah sibuk menata si Janda Merana, ternyata prajurit pertama penasaran dengan tangga lipat yang baru saja dipakai oleh komandan. Prajurit pertama ingin menaiki tangga lipat tersebut. Awalnya memang ragu dan takut. Namun, lama kelamaan prajurit pertama berani menapaki tiga anak tangga. Rasa bangganya pecah saat kakinya telah sampai di tangga ketiga. Wakil komandan hanya bisa memberi semangat dan motivasi agar keberanian prajurit pertama semakin membara. Begitu pun prajurit kecil, tangan mungil nya beradu sebagai tanda dukungan. Senyumnya merekah antusias menyemangati prajurit pertama.
Aktivitas berkebun menjadi media Family Project di Keluarga Jejak lampah agar semakin kompak dan bahagia. Berkebun selesai dan dilanjutkan dengan mandi sore secara bergantian.
Hati senang, riang, dan gembira.
Salam hangat dari Keluarga Jejak Lampah.
Posting Komentar