√Mendaki Gunung Andong Via Pendem
Header catatantirta.com

Mendaki Gunung Andong Via Pendem

MendakibGunung Andong Via Pendem


Hai Sahabat, 
Catatan Tirta mau berbagi pengalaman pertama mendaki Gunung Andong via Pendem.

Pendakian ini adalah yang pertama kalinya Tirta bersama soulmate lakukan sebagai pendaki pemula. Sudah lama kami merencanakan pendakian ke Gunung Andong dan akhirnya bisa terlaksana di penghujung tahun. Tepatnya pada tanggal 25 Desember 2023.

Jalur yang kami pilih untuk mendaki Gunung Andong adalah melalui basecamp Pendem. Titik pendakian via Pendem menjadi favorit banyak pendaki. Baik itu pemula seperti kami maupun para pendaki berpengalaman.

Sebelum bercerita lebih detail tentang pengalaman kami mendaki Gunung Andong via Pendem, kita kenalan dulu sama Gunung Andong, yuk.

Tentang Gunung Andong

Tentang Gunung Andong, Magelang

Gunung Andong terletak di daerah kabupaten Magelang. Lebih tepatnya berdiri kokoh diantara Desa Ngablak dan Desa Tlogorejo Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ketinggian Gunung Andong sekitar 1.726 meter di atas permukaan laut (1.726 mdpl).

Gunung Andong merupakan gunung berapi tipe Perisai atau Tameng yaitu jenis gunung berapi yang bentuknya mirip dengan bentuk perisai dengan badan gunung melebar dan puncak yang tidak terlalu tinggi atau cenderung landai. Meskipun Gunung Andong masuk kategori gunung berapi, namun sifat erupsi dan tekanan gas magmatiknya tidak terlalu kuat sehingga aman untuk dijadikan tempat pendakian. Sampai saat ini belum ada catatan tentang Gunung Andong meletus.

Gunung Andong menjadi rekomendasi pertama bagi para pendaki pemula sebab jalur pendakiannya yang tidak terlalu terjal, waktu tempuh yang relatif singkat, dan titik puncak yang tidak terlalu tinggi.

Jalur Pendakian Gunung Andong

Pos pendakian Gunung Andong


Bagi Sahabat pendaki pemula seperti kami, Gunung Andong menjadi pilihan yang tepat untuk memulai langkah menapaki sensasi mendaki yang luar biasa.
Ada tiga jalur atau rute pendakian Gunung Andong yang bisa di pilih yaitu : 
  • Rute Selatan  : Daerah Yogyakarta, Kete Magelang, dan Purworejo
  • Rute Utara : Semarang, Salatiga, Ungaran, Boyolali, dan Solo
  • Rute Barat : Grabag, Wonosobo, Secang, Temanggung, dan Parakan
Dari tiga rute tersebut terdapat enam basecamp yang bisa dipilih untuk memulai pendakian Gunung Andong. Empat basecamp masuk ke wilayah di Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang dan dua basecamp berada di Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. 

Empat basecamp di Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang yaitu:

tersebut yaitu :
  • Dusun Sawit
  • Dusun Pendem
  • Dusun Gugik
  • Dusun Temu
Sedangkan dua basebamp di Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang yaitu :
  • Dusun Kudusan
  • Dusun Sekararum Kembangan
Apa saja yang dilakukan ketika sampai di basecamp?

Basecamp menjadi titik Nol pendakian sebab dari sinilah para pendaki mulai berjalan kaki tanpa kendaraan apapun. Basecamp juga menjadi tempat parkir kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Selain itu, para pendaki juga wajib melakukan registrasi atau pendaftaran di basecamp. Pendaftaran ini juga digunakan sebagai pendataan nama dan jumlah pendaki yang naik ke Gunung Andong. Saat selesai mendaki dan kembali ke basecamp, para pendaki juga wajib lapor kembali. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Catatan Mendaki Gunung Andong Via Pendem

Pos Pendem Gunung Andong

Kami memulai mendaki Gunung Andong via Pendem dengan memarkirkan sepeda motor. Sekitar pukul 06.00 wib kami sudah sampai di basecamp Dusun Pendem. Sudah ada beberapa kelompok yang siap mendaki. Ada dua mobil juga sudah terparkir rapi.

Tanpa menunggu lama kami langsung melakukan registrasi dengan mengisi beberapa hal di formulir yang telah disediakan. Terdapat kolom nama, no KTP, dan juga alamat. Registrasi ini juga sebagai proses pembayaran pemeliharaan sebesar Rp. 20.000 / orang dan Rp. 5.000 untuk parkir kendaraan. 

Selesai melakukan registrasi, kami sempatkan untuk berfoto di bawah gerbang masuk pendakian Dusun Pendem. Lalu bersiap melangkah untuk pertama kalinya menapaki wilayah Gunung Andong. Bersama kami ada tiga kelompok pendaki. Satu kelompok berisi 6 dewasa yang dilihat dari penampilannya mereka seperti mahasiswa dari kampus tertentu. Kemudian satu kelompok lain terdiri dari 2 laki-laki dewasa dan 2 anak-anak usia sekitar 10 tahunan. Dilihat dari perilakunya, mereka adalah 2 pasang  ayah dan anak. Kami pun saling menyapa dan melangkah berurutan. 

Hamparan kebun petani berbaris rapi di kanan kiri jalur awal pendakian. Tanamannya berisi sayuran kol, cabai, dan kecipir. Suasana sejuk dan damai menemani langkah kami. Para petani juga menyapa kami dengan hangat. Mereka sudah terbiasa dengan pendaki yang datang dan pergi bergantian.

Sekitar 100 meter menyusuri kebun petani, kami memasuki kawasan hutan gunung. Di sini aura pendakian meningkat drastis. Barisan pohon pinus dan juga belukar seakan memberi dukungan agar kaki ini kuat melangkah hingga puncak.

Ohya, apa kabar kaki?

Tepat sebelum menapaki hutan pinus, dua kaki ini sudah memberi kode kerja kerasnya. Ada rasa pegal ketika mengangkat kaki dan menopang beratnya badan. Ini benar-benar ujian pendaki pemula seperti kami. Demi melihat pendaki lain di depan kami yang terus melaju, kami pun mengumpulkan semangat untuk bisa mencapai puncak.

Mendaki Gunung via Pendem memiliki jalur pendakian alami. Rute yang kami lewati berupa jalan setapak beralaskan tanah dan bebatuan. Susunan bebatuan itu masih alami. Ada yang besar, ada pula yang kecil dengan bentuk yang beraneka ragam. Diantara pohon-pohon pinus yang berbaris itu, kami menghirup oksigen dalam-dalam. Mengisi paru-paru dengan segarnya udara hingga penuh. Sayangnya, kami tidak mendengar kicau burung di sana. Apakah memang tidak ada burung di dataran tinggi? Atau para burung sedang turun gunung di pagi hari untuk mencari makan. Entahlah, saat itu kami tidak berpikir terlalu jauh. Hanya ingin menikmati suasana alam yang sejuk dan menyenangkan.

Jalur pendakian via basecamp Pendem memiliki beberapa pos yang biasa digunakan untuk beristirahat. Para pendaki bisa meluruskan kaki sejenak untuk mengurangi rasa pegal. Tnetu saja dengan dibarengi melepas dahaga. Sambil berisitirahat, para pendaki juga bisa berfoto untuk menyimpang kenangan. Kami termasuk pemula yang excited mendokumentasikan apapun yang kami lihat. Batu-batu besar dengan jajaran hutan pinus menjadi background yang indah.

Pos pertama yang kami temui bernama Pos Kenongan. Ada gubuk sederhana yang bisa digunakan untuk berteduh ketika hujan turun. Kemudian pos kedua adalah Pos Kendit. Pos Kendit juga menyediakan kursi bambu yang dapat dipakai untuk bersandar sejenak.

a. Pos Kenongan

Pada umumnya, mendaki Gunung Andong via Pendem membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam untuk sampai di puncak Alap-Alap. Namun, itu tidak berlaku bagi kami sebagai pendaki pemula yang benar-benar pertama kali naik gunung.

Kami sampai di pos Kendit setelah beberapa kali berhenti untuk mengurai rasa pegal di kaki. Setibanya di pos Kendit, kami bertemu dengan beberapa pendaki yang sebelumnya berangkat bersama dari bawah. Saling tersenyum dengan tatapan yang seolah berbicara, "Ayo semangat sampai puncak!".

b. Pos Kendit

Dari pos Kenongan kami terus mendaki hingga sampai di pos Kendit. Jangan tanya berapa kali kami berhenti dan duduk di artas bebatuan. Kami yang awalanya menghitung titik setiap berhenti, kini tak tahu lagi berapa jumlahnya. 
Pos Kendit menjadi pos kedua di pendakian Gunung Andong via Pendem. Di sini juga banyak pendaki yang sedang menikmati bekal mereka sambil mengumpulkan energi. Kembali kami bertegur sapa dan kali ini bukan hanya tatapan dan senyuman. Seruan semangat muncul dari mulut kami.
"Ayo semangat sampai puncak!"

c. Pos Bayangan

Setelah melewati pos Kenongan dan pos Kendit, ada beberapa pos bayangan sebelum kami sampai ke puncak yaitu Krakalan, Hutan Pinus, Grujukan, dan Watu Pelawangan. Semua pos tersebut hanya berupa batu besar untuk duduk atau bambu yang tersusun menjadi bangku panjang.

Semakin tinggi mendaki ternyata semakin banyak pendaki yang kami temui. Ada yang sama seperti kami ke arah puncak, namun ada pula yang sudah ke arah turun.

Setiap berpapasan dengan pendaki lain, kami saling menyemangati. Sepertinya ada hukum tidak tertulis dalam sebuah pendakian yaitu saling memberi semangat untuk meningkatkan adrenalin dan kepercayaan diri.

Sesekali kami menjawab semangat, selebihnya dengan senyuman. Semakin tinggi mendaki, barisan pohon pinus mulai berkurang. Kami tak lagi mengambil gambar diantara belukar. Kami sibuk merayu dua kaki dan badan agar bisa terus bergerak ke atas. Membujuk diri untuk bisa bertahan mencapai batas kekuatan diri agar sampai ke puncak dengan perasaan bangga.

d. Watu Pelawangan

Satu titik yang indah saat kami mendaki yaitu ketika sampai di pos bayangan Watu Pelawangan. Areanya sudah mendekati jalanan yang curam dan terjal. Sekitarnya sudah tidak ada pohon pinus. Belukarnya pun rendah sehingga kami bebas menatap langit. Sungguh indah sekali pemandangan dari atas. Seluas mata memandang adalah hamparan bumi nan hijau di bawah indahnya langit biru.

Ada sudut batu yang diberi keterangan Batu Pertapan. Sepertinya di sana dulunya adalah tempat bertapa orang-orang jaman dulu. Spot ini juga ramai dijadikan sebagai tempat untuk berfoto.

Kami berhenti sejenak untuk mengambil gambar dan video. Serunya di sini ternyata sudah ada beberapa pendaki lain yang sedang mengantri untuk bisa berfoto di atas batu besar dengan background alam yang luar biasa indah. Tidak ada jasa foto profesional di atas sana. Buat kalian yang berada dalam satu kelompok dan ingin berfoto dengan formasi lengkap, bisa meminta tolong pendaki lain untuk mengambil gambar. Satu hukum pendakian lagi yang tidak tertulis di jurnal mana pun bahwa menolong pendaki lain untuk mengambil gambar atau berfoto adalah sebuah kesenangan dan keihklasan.

Saat ingin berfoto, kami pun melakukan hal yang sama. Kami bergantian mengambil foto dengan pasangan lain yang juga hanya berdua seperti kami. Bedanya usia mereka lebih di atas usia kami. Kesamaan lain antara kami dengan mereka yaitu sama-sama melakukan Couple Time dengan mendaki mendaki Gunung Andong.

Kami sempat berbincang sejenak dengan pasangan senior tersebut. Ternyata pendakian yang mereka lakukan bukanlah yang pertama. Mereka sudah beberapa kali mendaki Gunung Andong dan gunung lainnya. Melihat pasangan ibu dan bapak tersebut menjadi pemicu semangat kami untuk bisa sampai puncak.

Puncak Alap-Alap

Puncak Alap-Alap Gunung Andong

Perjalanan mendaki Gunung Andong via Pendem sungguh menguji mental dan fisik. Berulang kali kami berhenti untuk membujuk diri untuk kuat dan bertahan agar sampai di puncak. Semangat demi semangat ketika berpapasan dengan pendaki lain sempat mengisi energi kami yang luruh diantara jalur yang mulai curam.

Jalur pendakian setelah Watu Pelawangan adalah jalan yang cukup curam. Jalan sempit dengan bebatuan sebagai pijakan menjadi tantangan kaki untuk terus kokoh berdiri dan melangkah agar tidak tergelincir. Jalur ini cukup berbahaya sebab di kanan dan kirinya adalah jurang. Bagi kalian yang punya pobia ketinggian, baiknya tidak menolah ke kanan kiri jalan. Cukup menatap jalanan lurus ke depan dan fokus untuk sampai di puncak.

Beberapa kali kami berhenti diantara jarang yang membentang sepanjang jalan. Duduk di bebatuan bersama pendaki lain yang juga kelelahan. Kami saling melempar senyum. Saling menyemangati yang sebenarnya dilontarkan untuk diri sendiri.

Senangnya ketika berpapasan dengan pendaki yang berjalan ke arah turun, mereka menyuarakan semangat dengan kata-lata yang menyenangkan.

"Ayo semangat, sedikit lagi sampai puncak. Nanti dapat bonus mi rebus dan gorengan hangat serta teh panas di atas".

Mendengar itu semua kami tertawa bersama. Bayangan teh manis panas yang mengepul dan gorengan hangat membuat otak bekerja keras memerintah kaki dan raga untuk terus melangkah.

Ayo, sedikit lagi sampai di puncak

Lepas melewati jalur curam berteman jurang, akhirnya kami sampai di Puncak Alap-Alap. Di sana sudah ramai pendaki yang baru sampai dan juga para pendaki yang berkemah. Tenda-tenda berbaris menempati tanah-tanah lapang. Aroma mi instan menguar terbang ke langit. Sayangnya, tercium juga aroma rokok yang muncul dari balik tenda-tenda. Agak kecewa dengan udara yang tercemar itu. Namun, kami juga tidak ber hak melarang mereka untuk berhenti mengepulkan asap rokok dari mulut mereka.

Mendaki Gunung Andong via Pendem akan sampai di puncak Alap-Alap terlebih dahulu. Puncak Alap-Alap berada di ketinggian 1.692 mdpl. Area puncak Alap-Alap tidak terlalu luas. Tidak banyak tenda yang berdiri dan itupun saling berdekatan. Ada satu tugu yang menjadi titip pusat Puncak Alap-Alap. Di sinilah tempat para pendaki mengabadikan moment pencapaian mendaki Gunung Andong.

Anda plakat bertuliskan Puncak Alap-Alap dan angki ketinggiannya. Plakat ini pas sekali dijadikan sebagai asesoris kebanggan untuk berfoto di depan tugu puncak Alap-Alap. Dan lagi-lagi para pendaki mengandalkan pendaki lain untuk mengambil gambar. Ya, simbiosis mutualisme sih.

Puas berfoto dengan beberapa posisi, kami menuju ke warung ujung jalur puncak Alap-Alap. Warung ini menyediakan teh, kopi, mi instan, dan juga gorengan. Tentu saja kami langsung memesan teh manis. Kami tidak memesan gorengan sebab masih ada bekal roti dan biskuit di ransel. Rasanya tidak adil jika bekal yang kami bawa dengan susah payah tidak di makan.

Puncak Gunung Andong

Puncak Gunung Andong Magelang, Jawa Tengah


Puncak Gunung Andong sudah terlihat jelas dari Puncak Alap-Alap. Jalur dari Puncak Alap-Alap ke Puncak Andong cukup menantang. Jalur ini sering disebut punggung naga atau punggung sapi. Jalur penghubung antara puncak Alap-Alap dengan puncak Andong ini memang menyerupai dua binatang tersebut. Berbentuk mengerucut diantara lereng bukit dengan jalur pendakian sekitar 1 meter lebarnya.

Meski terlihat curam dan menyeramkan, jalur punggung naga ini sebenarnya cukup aman. Jalannya cukup landai sehingga para pendaki bisa berjalan santai sambil sesekali melirik indahnya pemandangan di sisi kanan dan kiri jalan. 

Jalur penghubung ini juga menjadi tempat favorit untuk mengabadikan perjalanan pendakian. Banyak foto dan video di ambil di jalur punggung naga ini. Pesona indahnya Gunung Telomoyo, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu bisa di lihat dari Gunung Andong ketika cuaca sendang bersih. Terbayangkan betapa indahnya pemandangan dari atas. Kalian tidak akan menyesal sudah bersusah payah meniti jalan pendakian yang tinggi dan curam. rasanya semua lelah di badan terobati dengan memandang indahnya bentang alam dari puncak Gunung Andong.

Puncak Gunung Andong berada di ketinggian 1.726 mdpl. Sama seperti puncak Alap-Alap, di sini juga ada tugu bertuliskan Puncak Andong dan angka ketinggiannya. Selalu menjadi ikon untuk berfoto para pendaki sebagai dokumentasi bahwa kaki mereka telah sampai di puncak Gunung Andong yang indah dan menawan.

Puncak Andong lebih luas dibanding dengan Puncak Alap-Alap sehingga lebih banyak pula jumlah tenda yang berdiri di sini. Para pendaki yang bermalam di puncak Andong lebih leluasa memilih lapak mereka. Hampir di setiap sisi datar berdiri tenda yang berwarna-warni.

Sebagai pelengkap puncak Gunung Andong, tentu saja ada warung 24 jam yang siap sedia menyuguhkan aneka minuman, mi instan, dan juga gorengan untuk para pendaki. Warung di puncak Andong lebih besar dari pada di Puncak Alap-Alap. Lapak tempat lesehan juga lebih luas dengan pemandangan yang luas di belakangnya.

Saat sampai di Puncak Gunung Andong, kami kembali mampir ke warung 24 jam dan memesan teh manis panas. Kali ini ditambah dengan mi rebus dan tempe mendoan yang masih mengepul. Sambil menunggu pesanan, kami menikmati pemandangan sekitar. Sayangnya, kabur tebal tiba-tiba datang. Semua sisi gunung tertutup kabut. Bahkan tanah untuk berjalan juga dipenuhi kabut tipis seperti asap. Kabut terus bergerak hingga akhirnya suasana kembali terang dan cerah.

Kami sempat khawatir jangan-jangan hujan akan turun. Sebab apabila hujan turun, maka jalur pendakian arah kami turun akan menjadi licin dan cukup berbahaya. Beruntungnya kami hujan tidak jadi turun.
Segera kami menghabiskan mi rebus beserta teman-temannya dan mengangkat kaki menuju jalur menurun.

Makam Joko Pekik

Makam Joko Pekik Gunung Andong


Sebelum mengambil jalur menurun di sisi selatan Gunung Andong, kami menyempatkan diri menatap bangunan sakral di sisi kanan. Bangungan tersebut adalah Makam Joko Pekik. Menurut cerita yang beredar, Joko Pekik memiliki nama asli Kyai Abdul Faqih. Beliau adalah murid dari Sunan Geseng yang menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut.
Bangunan di makam tersebut terlihat bersih dan terawat. Warga sekitar memang menjaga kebersihan dan keasrian makan Ki Joko Pekik agar terhindar dari kesan angker. Para pendaki tidak perlu lagi merasa takut tentang keberadaan makan Kyai Abdul Faqih tersebut. Meski berada di puncak Gunung Andong di ketinggian 1.726 mdpl, makan joko Pekik ini masih sering dikunjungi oleh para peziarah. Sebab itu juga yang mebuat warga sekitar menjaga dan merawat makam Ki Joko Pekik 

Turun Gunung Andong

Gunung Andong Via Pendem


Perjalanan kami mencapai puncak Gunung Andong memakan waktu hampir 3 jam. Ya harap maklum sebab kami masuk kategori pendaki pemula yang sangat pemula. Setelah melihat sejenak makam Ki Joko Pekik, kami langsung menuju jalur pendakian selatan. Sengaja kami memilih jalur yang berbeda antara mendaki dan menurun. Kami ingin merasakan dua jalur sekaligus meskipun di persimpangan jalan nanti kami mengambil kembali jalur ke arah utara menuju basecamp Pendem.

Jalur di arah selatan ini ternyata sudah dibentuk seperti tangga yang berundak. Batu-batu disusun rapi dengan ketinggian yang hampir sama di setiap anak tangganya. Menurut kami ini lebih mudah dari jalur utara via Pendem. Namun aroma tantangannya kurang terasa. Jika di jalur utara kami harus memilih dan memilah pijakan kaki dengan ketinggian yang berbeda-beda, di jalur selatan ini kami bergerak dengan ketinggian jalan yang stabil.

Waktu tempuh menuruni Gunung Andong tentu saja lebih pendek dari pada saat menaikinya. Kami mencapai angka 1 jam untuk turun hingga sampai di basecamp Pendem. Hanya beberapa kali kami berhenti untuk minum. Sepanjang jalan turun, kami bertemu dengan banyak pendaki. Ada yang menurun seperti kami, ada juga yang mendaki ke atas. Lagi-lagi kami melakukan hukun tidak tertulis yaitu saling menyapa, tersenyum dan memberi semangat satu dengan lainnya.

Melalui jalur selatan ini kami menemukan tangki penampungan air yang berasal dari mata air Gunung Andong. Ada dua tangki/ toren penampungan yang bisa dimanfaatkan oleh para pendaki untuk mengambil air tanpa dipungut biaya alias gratis.

Sepanjang jalur menurun, kami sesekali berlari-lari kecil menyusuri anak tangga yang stabil. Berpapasan dengan pendaki dari berbagai usia sambil terus menyemangati diri agar segera sampai di basecamp sebelum hujan.

Awan gelap mulai nampak ketika kami berada di persimpangan antara jalur selatan dan utara. Kami mempercepat langkah demi sampai di bawah sebelum hujan lebat. Meski membawa jas hujan, kami lebih memilih berteduh dengan aman daripada berhujan-hujanan di hutan pinus.

Akhirnya kami sampai di hamparan kebun petani. Rintik hujan semakin banyak dan membasahi jalanan. Kembali kami berlari menuju area parkir. Benar saja, tepat kami tiba di depan pos registrasi hujan lebat turun tanpa aba-aba.

Kami berteduh di pinggiran rumah warga yang berada dekat dengan pos registrasi. Bersisian dengan pendaki lain yang juga berteduh menghindari derasnya hujan. Berbincang sejenak menceritakan serunya perjalanan mendaki dan menuruni Gunung Andong.

Tak lama berselang hujan mulai reda. kami memutuskan untuk segera mengambil kendaraan dan beranjak pulang.

Bersama rintik ringan sang hujan, pikiran kami terasa ringan dan tenang. Perjalanan mendaki Gunung Andong via Pendem menjadi pengalaman berharga bagi kami para pendaki pemula.
Terima kasih Gunung Andong telah mengajarkan kami tentang tekad dan usaha. Tentang fokus dan pantang menyerah. Tentang bahagia yang perlu diupayakan agar tercapai memuaskan.

Mendaki Gunung Andong via Pendem akan menjadi titik awal kami. Gunung-gunung lain menjadi target kami selanjutnya.

Salam hebat untuk kalian para pendaki.

13 komentar

Terima kasih sudah main ke Catatan Tirta
  1. Wah keren dan menarik sekali ceritanya mbak. Kalau saya mah sudah nyerah, sudah nggak kuat naik-naik gunung gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya pun hampir menyerah, mba. Tapi bertemu dengan anak-anak usia belasan dan juga ibu usia kisaran 40an jadi nambah semangatnya. 2 jam naik itu sudah luar biasa

      Hapus
  2. Waaa....bacanya ini aja auto berimajinasi, "berjalan tengok kanan kiri hamparan lahan pertanian dengan suasana pegunungan. Love banget." Saya suka mendaki, tapi sudah lama tidak melakukannya, jadi kangen. Btw disini bisa bangun tenda & camping juga tidak mbak Tirta?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, pemandangannya Masya Allah, indah. Bisa banget camping, banyak yang nginep di puncak Alap-Alap juga puncak Andongnya

      Hapus
  3. Masya Allah, seru sekali. Sebagai istri seorang yang suka naik gunung, muncak dan camping bersama adalah wish list sejak lama. Dan Gunung Andong adalah salah satu destinasi yang pak suami sebutkan. Membaca tulisan Mbak ini, bikin makin pengen cepet bisa ke sana. Hehe ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo, mba Iis semangat wujudkan rencana yang tertunda. Gn. Andong memang cocok untuk pemula.

      Hapus
  4. btw, rumahnya mana sih mbak, kok sering eksplore destinasi di Jateng. Apalagi andong, dulu teman_trman saya juga sering main kesini. AHA, jadi kangen Magelang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya domisili Bekasi, asli Pemalang dan paksu Temanggung jadi kami sering eksplore sekitarannya. Magelang kota Seribu Bunga ya mba

      Hapus
  5. Salah satu impian dari dulu bisa mendaki gunung. Tapi apalah daya tak punya mahram dan sekarang anak-anak masih kecil mau diajak kerjasama..semoga kelak masih bisa merasakan indah ciptaan Allah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tetap semangat Umma, Insya Allah mendaki bersama anak-anak pun bisa ketika mereka cukup kuat bisa sekalian tadabbur alam. Sehat-sehat ya Umma

      Hapus
  6. Masyaallah senangnya bisa couple time naik gunung. Takjub juga dengan dorongan alamiah dari sesama pendaki berupa saling menyemangati satu sama lain. Tidak saling kenal, tetapi saling memberikan energi positif.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah jadi media couple time. Betul mba rasa senasib kali ya jadi saling menyemangati bahkan berbagi bekal juga

      Hapus
  7. Keren banget masih bisa menjadi gunung berduaan. Kuat ya stamina nya..Alhamdulillah suka sekali view sepanjang perjalanannya. Jadi nambah ilmu juga ya

    BalasHapus