Ayo Mengantri |
Budaya mengantri seringkali
disepelekan oleh beberapa orang. Dengan alasan buru - buru, malas capek berdiri
atau apalah, seseorang seringkali menyela orang lain yang tengah sabar menunggu
gilirannya. Hal ini paling banyak terjadi di toilet umum atau barisan menunggu
tanpa nomor antrian. Pasti semua orang tahu bagaimana rasanya ditiukung kan (
bukan ditikung mantan ya, he ). Rasanya cekit - cekit, kesal, dongkol, nyesek
gimana gituh.
Kebiasaan mengantri sebaiknya
diajarkan sejak dini kepada anak. Ajarkan anak untuk menghormati keberadaan
orang lain yang sudah datang lebih dulu daripada dirinya. Saya menanamkan budaya
mengantri melalui hal - hal sederhana. Dari pembiasaan di rumah dan di
lingkungan tempat anak bermain.
Sebagai contoh budaya mengantri di
rumah yaitu ketika akan berwudhu. Saya meminta anak untuk menunggu di belakang
ayahnya yang sedang berwudhu. Sambil berkata, " Ayo, nak. Kita antri wudhu di belakang
ayah. " Saya mengenalkan kosakata
baru yaitu antri. Atau ketika mencuci tangan sebelum makan. Kami bersama - sama
menuju wastafel dan saya mengajarinya untuk bergiliran cuci tangan.
Upaya membiasakan diri untuk
mengantri ini juga saya praktekkan di luar rumah. Misal mengantri di kasir
selepas berbelanja dan mengantri ketika akan membayar parkir kendaraan. Saat anak
sedang bermain di arena playground, saya juga memberikan peringatan untuk mengantri. Mulanya memang agak susah
mengendalikan keinginan anak yang bersemangat bermain. Namun, setelah beberapa
kali mengingatkan agar mengantri, anak pun mengerti dan menjadi terbiasa.
Budaya mengantri ini memang
terkesan sepele, tetapi sebenarnya punya dampak yang besar. Dengan mengantri
maka akan tercipta ketertiban dan kenyamanan. Maka dari itu, mari sam - sama
membiasakan diri untuk mengantri.
#RuangMenulis
#WritingTresnoJalaranSokoKulino
Posting Komentar