Telur Kecap, Mana Anak Ayamnya ? |
"Nak, ayo makan dulu, mommy beli telur kecap nih,"
Pagi itu saya membeli telur kecap atau telur semur sebagai
menu sarapan pagi. Harap maklum, saya belum hobi memasak ( Ngeles, padahal
malas masak ). Sengaja membeli telur karena dari kemarin sudah menyajikan ayam
serundeng dan lele goreng. Tunggu, itu semua juga beli loh. Ah, entah kapan
saya akan rajin ke dapur mengolah bahan makanan menjadi sajian yang sedap dan
nikmat. Rasanya selalu tergiur dengan lauk matang yang sudah menjamur dijajakan
dari pagi hingga malam. Semua jenis masakan tersedia dengan harga terjangkau
dan rasa yang cocok di lidah. Tinggal pilih menu mana yang diinginkan dan pedagang
mana yang akan disambangi. Jika malas keluar rumah pun bisa pesan online,
karena pedagang makanan sekarang sudah pintar marketingnya. Semua melayani DO (
delivery order ), bahkan untuk level es campur juga bisa DO. Ini di area
komplek saya dan sepertinya sudah berlaku di tempat lain.
Kembali lagi ke menu pagi, telur kecap. Saya membeli dua
buah telur kecap, cukup dua saja. Satu untuk pak suami dan satu untuk saya dan
si balita. Ini bukan jurus hemat, tetapi porsi si balita memang belum sebanyak
saya jadi kita joint lauk. Tepatnya mommy sebagai seksi habis - habis
dan bersih - bersih. Saya rasa semua mommy punya tugas khusus ini. Siapa lagi
yang akan menghabiskan makanan dan membersihkan alat makan kalau bukan mommy,
iya kan. Pasti benar.
"Mom, ini telur apa?" Si balita mengamati telur
kecap yang sudah siap santap.
"Ini namanya telur ayam bumbu kecap, rasanya manis dan
sedap. Ayo sini kita makan," Saya sedikit memberi seguesti agar anak mau
makan.
"Telur ayam? Mana anak ayamnya ?" Si balita
mencermati telur yang sudah terbelah.
Oh, lagi - lagi saya harus memutar otak mencari rangakaian
kata yang tepat dan ampuh untuk menghentikan pertanyaan selanjutnya. Bukan
karena malas atau tidak tahu jawabannya, tetapi untuk menghadapi anak - anak
tentang keingintahuannya, maka diperlukan kalimat yang tepat dan mudah dicerna.
Saya berpikir sejenak, mengolah beberapa kata yang sekiranya mudah dipahami
oleh si balita.
"Ini memang telur ayam, nak. Telurnya sudah dimasak
jadi tidak ada anak ayamnya. Kalau mau jadi anak ayam, telur ayamnya ga boleh
dimasak. Telurnya harus sama induknya kalau mau jadi anak ayam," Saya
mencoba dengan kata - kata sederhana dan berharap si balita menghentikan tanya
jawab ini.
"Oh, jadi telurnya dimasak supaya ga jadi anak ayam ya.
Kasian dong induk ayamnya, anaknya dimasak," Angan - angan saya untuk
ending tanya jawab sirna.
"Ya, ga pa pa, nak. Induk ayam bisa bertelur lagi yang
banyak supaya punya anak ayam. Jadi, sekarang ayo makan dulu," Saya
mencoba mengalihkan situasi.
"Oh, begitu. Maaf ya induk ayam, telurnya aku makan
dulu. Besok kamu bertelur lagi yah, yang banyak ya," Celotehnya diiringi
kunyahan nasi dan sepotong telur kecap.
Saya hanya bisa manggut - manggut, merespon tanpa kata. Sedikit
memberi senyuman tanda setuju dengan apa yang dia ungkapkan. Jika saya
mengeluarkan kalimat lagi, maka diskusi tanpa batas akan terus berlanjut.
Sarapan pagi bisa jadi makan siang kalau saya tidak segera memutus tanya jawab
ini.
Dunia anak memang selalu penuh misteri. Banyak situasi tak
terduga yang akan dihadapi orangtua saat mengiringi hari - hari anak yang penuh
imajinasi. Daya pikir anak seringkali di luar akan orang dewasa membuat orang
tua harus pandai mengolah kata ketika harus menjelaskan suatu hal. Ini akan
sangat tertanam di kepala anak, karena masa balita adalah masa otak merekam dan
membuat konsep yang akan di simpan lama.
Para orangtua hendaknya memperbanyak pengetahuan tentang
dunia anak, terutama yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak. Terus belajar
dan memberi kasih sayang agar anak tumbuh menjadi pribadi mumpuni.
Selamat berkembang, nak. Semoga setiap ilmu yang mommy
berikan menjadi manfaat di kemudian hari.
Salam sayang selalu dari kami untukmu.
#RuangMenulis
#WritingTresnoJalaranSokoKulino
#TelurAyamDanAnakAyam
Posting Komentar