Mata ini kembali terjaga sepanjang malam. Suara itu seperti
salam perpisahan yang takkan pernah akan terdengar lagi. Ah, Fahri. Seharusnya
tidak perlu menelponku malam ini. Apakah itu salam perpisahan darimu utnukku?
Jika benar, ini hanya memberiku luka yang entah ada di sebelah mana. Aku
sendiri tidak tahu berada di mana posisimu di dalam hatiku. Hadirmu yang tak
pasti dan hubungan kita tanpa nama menjadikan aku dan kamu tak pernah menajadi
kita. Pernah ada harapan yang ingin aku berikan padamu. Namun, tak tersampaikan
karena kelekatan itu tak kunjung erat. Masih ada rongga-rongga keraguan yang
menggelayut hingga rasa itu terpendam.
Jam dinding malam ini, masih berada dekat dengan angka 12.
Hanya sedikit bergeser ke kanan dan fajar pun masih lama datang. Aku termangu
memandangi layar telepon genggam yang sudah gelap. Sisa-sisa suaranya masih
berdengung di kepala. Bagaimana aku akan melewati malam ini? Malam yang tak
pernah terlintas dalam pikirku tentang perginya seorang yang berarti. Dia, esok
akan bersanding di singgasana dunia bersama wanita pilihan hatinya. Sedangkan
aku, tergugu menatap langit-langit kosong tak berbintang. Kehampaan merasuk
jiwa tanpa ijin dan permisi. Seenaknya saja menghampiriku hingga raga dan
separuh jiwaku membeku.
Ada cairan bening membasahi pipi. Tak sadar aku
mengeluarkannya dari kedua mata ini. Entah apa penyebab pasti kehadiran
bulir-bulir bening itu. Mengalir begitu saja, namun tak ingin ku hapus. Biarkan
turun sebagai pengobat lara dalam jiwa yang hampa. Aku tak memahami diriku
sendiri. Aku limbung dalam kelamnya malam. Aku, aku yang membiru setelah mendengar
suaramu. Apakah kamu tahu betapa buruknya aku akibat teleponmu? Betapa teganya
dirimu padaku. Selama ini aku dan kamu seperti kita yang menyatu. Kini, sejak
detik ini, semua itu terhapus dan terbang bersama berakhirnya malam.
Lama aku mencari diriku sendiri. Hingga akhirnya tersadar
bersama kumandang panggilan sang Maha Akbar. Kucuran air menyegarkan raga dan
pikiran. Lantunan kitab suci memenuhi sudut-sudut jiwa yang sempat kosong. Aku
kembali ke dunia yang baru saja terhenti. Kumpulan energi positif melengkapi
ruang hampa memberi kekuatan pada sendi-sendi tubuh agar bangkit kembali. Aku
mantapkan hati bahwa segala yang terjadi adalah takdir Ilahi. Semua
pemberianNya adalah yang terbaik. Kuatkan hati agar bisa terus melangkah dan
berlari.
Pagi menjelang berselimut awan putih bersih. Langit biru
berwarna cerah seolah berkata bahwa tak perlu khawatir akan harimu kelak. Semua
sidah terjamin dan tertulis sempurna. Tinggal bagaimana bersikap untuk
menghadapinya. Ku hirup udara dalam-dalam. Menyimpannya dalam paru-paru hingga
akhirnya menyebar ke seluruh tubuh.
"Hallo, tante Rosi. Aya mau liburan ke sana,
boleh?"
Segera kupersiapkan perbekalan karena perjalan ke rumah tante
Rosi cukup memakan waktu dan tenaga. Liburan ke tempat yang jauh dari kenangan
sepertinya bisa menjadi pengobat luka yang ingin segera aku sembuhkan.
#SehariSatuTulisan
Posting Komentar