√Aku dan Kamu seperti Kita (Bagian 6)
Header catatantirta.com

Aku dan Kamu seperti Kita (Bagian 6)


Mata ini kembali terjaga sepanjang malam. Suara itu seperti salam perpisahan yang takkan pernah akan terdengar lagi. Ah, Fahri. Seharusnya tidak perlu menelponku malam ini. Apakah itu salam perpisahan darimu utnukku? Jika benar, ini hanya memberiku luka yang entah ada di sebelah mana. Aku sendiri tidak tahu berada di mana posisimu di dalam hatiku. Hadirmu yang tak pasti dan hubungan kita tanpa nama menjadikan aku dan kamu tak pernah menajadi kita. Pernah ada harapan yang ingin aku berikan padamu. Namun, tak tersampaikan karena kelekatan itu tak kunjung erat. Masih ada rongga-rongga keraguan yang menggelayut hingga rasa itu terpendam.

Jam dinding malam ini, masih berada dekat dengan angka 12. Hanya sedikit bergeser ke kanan dan fajar pun masih lama datang. Aku termangu memandangi layar telepon genggam yang sudah gelap. Sisa-sisa suaranya masih berdengung di kepala. Bagaimana aku akan melewati malam ini? Malam yang tak pernah terlintas dalam pikirku tentang perginya seorang yang berarti. Dia, esok akan bersanding di singgasana dunia bersama wanita pilihan hatinya. Sedangkan aku, tergugu menatap langit-langit kosong tak berbintang. Kehampaan merasuk jiwa tanpa ijin dan permisi. Seenaknya saja menghampiriku hingga raga dan separuh jiwaku membeku.

Ada cairan bening membasahi pipi. Tak sadar aku mengeluarkannya dari kedua mata ini. Entah apa penyebab pasti kehadiran bulir-bulir bening itu. Mengalir begitu saja, namun tak ingin ku hapus. Biarkan turun sebagai pengobat lara dalam jiwa yang hampa. Aku tak memahami diriku sendiri. Aku limbung dalam kelamnya malam. Aku, aku yang membiru setelah mendengar suaramu. Apakah kamu tahu betapa buruknya aku akibat teleponmu? Betapa teganya dirimu padaku. Selama ini aku dan kamu seperti kita yang menyatu. Kini, sejak detik ini, semua itu terhapus dan terbang bersama berakhirnya malam.

Lama aku mencari diriku sendiri. Hingga akhirnya tersadar bersama kumandang panggilan sang Maha Akbar. Kucuran air menyegarkan raga dan pikiran. Lantunan kitab suci memenuhi sudut-sudut jiwa yang sempat kosong. Aku kembali ke dunia yang baru saja terhenti. Kumpulan energi positif melengkapi ruang hampa memberi kekuatan pada sendi-sendi tubuh agar bangkit kembali. Aku mantapkan hati bahwa segala yang terjadi adalah takdir Ilahi. Semua pemberianNya adalah yang terbaik. Kuatkan hati agar bisa terus melangkah dan berlari.

Pagi menjelang berselimut awan putih bersih. Langit biru berwarna cerah seolah berkata bahwa tak perlu khawatir akan harimu kelak. Semua sidah terjamin dan tertulis sempurna. Tinggal bagaimana bersikap untuk menghadapinya. Ku hirup udara dalam-dalam. Menyimpannya dalam paru-paru hingga akhirnya menyebar ke seluruh tubuh.

"Hallo, tante Rosi. Aya mau liburan ke sana, boleh?"

Segera kupersiapkan perbekalan karena perjalan ke rumah tante Rosi cukup memakan waktu dan tenaga. Liburan ke tempat yang jauh dari kenangan sepertinya bisa menjadi pengobat luka yang ingin segera aku sembuhkan.




#SehariSatuTulisan


Posting Komentar

Terima kasih sudah main ke Catatan Tirta