Ada yang mengatakan bahwa apel merah
adalah buah cinta. Entah darimana sebutan itu berasal. Aku mengetahui julukan
itu ketika melengkapi persyaratan Ospek
yang harus dibawa sebagai calon mahasiswa baru. Kalau dilihat - lihat,
buah apel merah memang menyerupai bentuk hati dan hati adalah lambang cinta.
Warna apel merah juga seperti warna hati, merah hati. Ya, mungkin karena itulah
apel merah disebut sebagai buah cinta. Aku tidak terlalu mempedulikan hal itu.
Paling penting bagiku saat itu adalah semua perlengkapan ospekku terpenuhi,
sehingga aku tidak mendapat kesulitan nantinya.
Embun pagi belum menguap saat aku
melintasi mereka. Hembusan angin menembus kaos hijau tua yang aku pakai. Aku
merasakan lengan kanan dan kiriku merinding terpapar sejuknya udara pagi. Kota
ini memang selalu dingin saat rembulan mulai bertugas hingga fajar menyingsing.
Aku tidak berjalan sendiri, banyak remaja lain yang mengenakan kaos yang sama
dengan yang kupakai. Sudah pasti mereka akan menuju gedung yang sama denganku.
Sesekali tersenyum saat berpapasan, meski tidak saling mengenal.
"Hai, sepertinya kita akan
menuju tempat yang sama," Seseorang menyapaku dari belakang. Aku menoleh
sejenak dan mengangguk. Seorang laki - laki mengenakan kaos serupa dengan yang
kupakai mencoba berjalan sejajar denganku.
"Apa kamu sudah membawa semua
perlengkapan Ospek?" Suaranya terengah. Aku kembali mengangguk. Kamipun
berjalan beriringan.
"Apakah kamu juga sudah
mambawa buah cinta? Maaf, maksudku apel merah?" Dia kembali bertanya. Aku
masih dengan respon yang sama, hanya mengangguk.
"Berapa buah apel yang kamu
bawa, aku tidak membawanya. Jika ada sisa, bolehkan aku memintanya?" Ah,
ternyata ini maksud dari sapaannya tadi.
Kebetulan aku melebihkan satu buah
apel merah. Tadinya akan ku jadikan sebagai sarapan pagi. Namun, mengingat
rumor bahwa akan ada sanksi jika perlengakapan ospek tidak lengkap maka aku
memberikan apel merah itu padanya. Dia nampak sangat lega melihat apel merah
ada di tangannya.
"Terima kasih, nanti aku akan
menggantinya. Aku pergi dulu ya," Dia berlari, meninggalkan hembusan angin pagi.
Semenjak pertemuan pagi itu, aku
tidak melihatnya lagi. Saat Ospek berlangsung, aku juga tidak bersua dengannya.
Aku tidak terlalu memikirkannya, bukan sesuatu yang penting juga. Semua berlalu
hingga masa perkuliahan dimulai dan aku sudah lupa akan sosok peminta buah
cinta itu.
Ketenangan menyelimutiku, novel
berjudul "Ketika Cinta Bertasbih", membawa anganku. Begitu indah
Tuhan menuntun dua orang yang saling berharap sejak awal bertemu. Menjaga
mereka dalam kebaikan, hingga akhirnya dipertemukan dalam kehalalan. Sungguh
indah jalan yang Tuhan berikan. Meski sudah menonton versi layar lebarnya,
tetapi menikmatinya melalui untaian kata menimbulkan rasa yang berbeda. Aku
lebih senang membacanya, menerbangkan khayalanku disela - sela menunggu waktu
perkuliahan selanjutnya.
"Wah, kamu suka novel - novel
romantis ya," Suara itu memecah khayalanku.
"Ini, aku ganti yang waktu
itu. Terima kasih, " Sebuah apel merah diberikannya untukku. Belum satu
menit, dia sudah berlalu dari pandanganku. Kupegang apel merah kesukaanku
sambil melihat punggungnya yang semakin menjauh. Aku mulai bertanya - tanya,
siapa laki - laki ini. Aku jarang sekali melihatnya di area kampus. Rasanya ingin
mencari tahu tentangnya, tetapi kuurungkan niat itu. Aku menggosok - gosok apel merah yang sedari tadi menatapku.
Memanggil agar aku segera melahapnya. Aku menikmati setiap gigitan manis di
mulutku dengan mata tetap pada novel di tangan kiriku.
Siapa peminjam dan pemberi apel
merah ? Akankah aku peduli padanya ? Hari semakin berlalu tanpa melihatnya lagi.
Itu juga buah kesukaanku lho, dan lagi kata mamahku dulu waktu hamilnya aku ga pernah makan nasi, mamah cuma makan apel merah sama teh kotak dan aku ternyata sehat sehat aja. Klo ospek dikampusku dulu disuruh bawa jeruk ungu eh ternyata jeruknya di bungkus kertas ungu
BalasHapusWaaaaah sama ya,Tin. Ini juga jadi cemilanku pas hamil. Enak kriuk kriuk, manis, dan nikmat
HapusIh..romantis, penasaran dengan si cowok!
BalasHapusMakin semangat nuli pas abis baca cerpen naris, egi, dan widya. Kalian menginspirasi
Hapus