Kehadiranku
banyak menuai kontroversi. Aku sadar, diriku ini hanya pelengkap diantara
jutaan nyawa. Meskipun aku punya banyak manfaat, tetap saja ada yang
mengutukku. Entah itu sebuah kesalahan dari mereka sendiri atau ketidakmampuanku
untuk menahan emosi. Sering kali terjadi kelalaian, namun lagi - lagi akulah
yang selalu jadi kambing hitam. Keberadaanku harus mengikuti kemauan mereka.
Aku tidak punya hak sedikitpun untuk menyampaikan keinginanku.
Malam
itu, malam paling buruk yang menimpaku. Sepotong bara memicuku untuk bangkit di
gelapnya malam. Teman - temannya melambai - lambai, mengejekku hingga akupun
marah. Ku lahap mereka tanpa kasihan. Aku semakin kalap ketika bisikan -
bisikan itu semakin kencang di telingaku. Membuat sesak dan akupun melepas
semua energi kemarahanku. Aku menyambar semua yang ada di sekelilingku. Aku
gelap mata, hilang semua kesadaranku. Aku menjalar, memangsa semua wujud hidup
dan mati tanpa belas kasihan. Jeritan melengking tidak sampai di telingaku. Aku
terlanjur menjadi raksasa tanpa rasa.
Tubuhku
menyala. Semakin merah hingga membiru. Aku sudah hilang kendali. Lidahku
menjilat setiap benda, menumpahkan semua kekesalanku. Aku meronta tanpa suara,
memuaskan amarahku. Kakiku menyampangi segala penjuru. Menggerus benda - benda
rapuh yang menghalangi jalanku. Tanganku mencekik puas hingga semua menjadi
hitam. Mataku terpapar kabur kemurkaan, menutupi segala akal yang hanya
sejengkal. Lupa. Aku lupa akan diriku yang sesungguhnya.
Aku
terus membabi buta. Membuat kegaduhan. Menimbulkan tangis kepiluan. Aku
membangunkan orang - orang yang sedang lelap di alam mimpi tanpa batas. Ah,
peduli apa aku atas mereka. Mereka sendiri yang telah membangkitkan angkara
murka. Jangan salahkan aku atas kelalaian yang kalian buat sendiri. Rasakan
akibat dari kecerobohan kalian. Jangan jadikan aku sebagai tameng yang menutupi
kekhilafan kalian. Aku benci wajah - wajah itu. Mimik yang dibuat- buat, seolah
semua ini adalah kesalahanku. Aku benci umpatan - umpatan itu yang menyebutku
sebagai dalang dari semua kerusakan ini. Benci. Aku sungguh membenci perbuatan
kalian itu.
Tapi,
apalah aku. Hanya disanjung ketika dibutuhkan. Namun dicaci ketika mereka
melakukan kesalahan.
Apalah
aku ini. Saat kecil, orang - orang menempatkanku di salah satu ruang rumah
mereka. Terkadang ada juga yang membawaku sebagai sarana pencari rejeki.
Adapula yang memanggilku untuk sekedar menghabiskan malam bersama bintang -
bintang.
Siapa
aku ini. Aku yang hanya mempunyai kewajiban tanpa ada hak apapun atas diri
mereka. Aku yang rela dimanfaatkan jika mereka membutuhkanku. Aku yang menjadi
pendosa ketika mereka kehilangan harta benda. Aku yang menjadi terpidana ketika
beberapa nyawa melayang ketika amarahku memuncak.
Sadarkah
kalian, bahwa aku ini hanya mengikuti apa yang kalian ciptakan. Meski terkadang
Sang Maha Kuasa ikut andil dalam kehadiranku, tetapi sesungguhnya itu adalah
akibat dari perbuatan kalian sendiri. DIA hanya ingin memberi sedikit teguran
agar kalian sadar atas apa yang kalian perbuat. Sadar, segeralah kalian sadar
setelah akupun kembali sadar.
Kesadaranku
mulai pulih ketika semburan air membasahi tubuhku. Perlahan memulihkan mataku
yang gelap oleh kepulan asap hitam. Membuatku melihat dampak dari kemarahanku.
Menyisakan penyesalan tak berarti atas kemurkaanku. Aku tertunduk lesu, menciut
diantara puing hasil dari keganasanku. Salahkah aku? Dosakah aku? Aku memang
yang membinasakan semua, tapi bukan sepenuhnya atas keinginanku. Aku hanya
perantara. Aku hanya melaksanakan kewajibanku.
Aku
akan padam ketika tumbahan air dari dinas pemadam kebakaran membasahi tubuhku.
Aku tahu kalian ingin segera membunuhku. Jika kalian ingin aku mati, ya tentu
saja aku pantas mati. Aku pantas mati setelah melahap yang hidup dan yang mati.
#SerpihanCahaya
#SMANSAMenulis05
#Tantangan30hariMenulis
#SeptemberMenulis(25)
Superb đ
BalasHapusMakasih Apik ....,
HapusWow aku kelewatan tulisan ini...
BalasHapusKeren mba, aku suka cara deskripsinya
Judulnya juga mengundang